| (Ilustrasi Taisho x Alice Digital Artbook / Dok. Steam) |
Identitas Game
Judul : Taisho x Alice (大正×対称アリス)
Pengembang : Primula
Genre : visual novel, otome, romance, fantasy, psychological
Rilis : Jepang - 2015
Inggris - 2017
Total seri : 5"It's set in the Looking-Glass World, where everything is topsy-turvy. Amid a colorful cast of gender-flipped fairytale characters... I'll take on the role of the heroine and join them in their twisted tales. How will the story end? It's up to me!"
- Yurika Arisu, Taisho x Alice: Epilogue
Taisho x Alice merupakan game terkenal buatan Primula. Dengan genre otome, Taisho x Alice memfokuskan pasar kepada penggemar yang menyukai romansa interaktif di mana pemain bisa menentukan akhir dari cerita. Game dengan tipe visual novel ini membuat pemain seolah masuk dan melihat langsung cerita yang disajikan melalui grafiknya. Otome game biasanya memiliki beberapa rute yang dapat dipilih, kebanyakan dengan karakter berbeda yang memiliki ciri khas masing-masing. Dalam kasus ini, Taisho x Alice memiliki delapan karakter (dengan tambahan satu karakter dari true ending) yang dapat pemain pilih.
Jika kebanyakan otome game hanya berpusat kepada romansa para tokoh utama tanpa memperhatikan kedalaman cerita, maka serial Taisho x Alice memberikan angin segar bagi mereka yang tertarik pada world building dan analisis mendalam. Taisho x Alice diambil dari kata 'Taisho' yang diambil dari era Taisho—lekat dengan demokrasi—serta 'Alice' yang merupakan karakter utama game ini. Alasan mengapa nama ini dipilih dijelaskan dalam Taisho x Alice: Epilogue secara implisit. Jam main yang panjang, bahkan mencapai 43 jam untuk semua seri, membebaskan imajinasi pemain untuk memikirkan apa yang akan terjadi dalam cerita.
Taisho x Alice juga memiliki kelebihan dalam 'memanfaatkan' pengisi suara dengan baik. Tak hanya mengandalkan lagu opening dan ending, ada pula drama CD yang berisi bonus scene yang sekaligus lagu tema bagi tiap karakter, baik itu lagu individu maupun duet. Keduanya memberikan pengalaman yang lebih dalam untuk mengenal setiap karakter dengan lebih baik. Dalam game-nya, Taisho x Alice selalu berangkat dengan kalimat pengantar yang sama pada video pembukanya, yaitu "The love-gift of a fairy tale.” Uniknya, tiap Episode berangkat dengan lirik dan konsep grafis yang sama, tetapi dengan sentuhan yang berbeda.
Dalam Taisho x Alice: Episode I, opening yang digunakan merupakan opening original berjudul "Some Song I Forgot" berbahasa Inggris dengan nuansa dunia fantasi yang kental. Sementara itu, Episode II menekankan permainan piano, memberikan kesan lebih dalam dan dramatis. Gaya rock yang berani dan terkesan tak beraturan yang disematkan pada Episode III seolah memperingatkan pemain akan distorsi negeri dongeng yang sempurna. Masih dengan lirik yang sama, Epilogue memilih menggunakan music box untuk mengiringi vokal dengan halus, memberikan kesan tenang tapi mencekam.
Masing-masing video pembuka disesuaikan dengan kisah yang tiap Episode angkat. Namun, berbeda dengan seri lainnya, Taisho x Alice: Heads and Tails memiliki opening uniknya sendiri dengan lirik berbahasa Jepang. Lagu berjudul "Kagami-no-kuni no Symphony" (The Symphony of Looking-Glass-World) bertema negeri dongeng mengantar pemain masuk ke dalam dunia Alice. Liriknya kuat dan halus di waktu yang bersamaan. Sedikit kutipannya berbunyi, "My dear, Alice, welcome to a fairy tale (of) 'Looking-Glass World'. (I) sing for you, just for you, with my love."
Jika penulis ditanya tentang apa kesan penulis terhadap game otome satu ini, maka penulis akan mengatakan, "Sakit." Bukan sakit fisik, melainkan sakit batiniah setelah diserang dengan berbagai plot twist dan revelation yang bahkan dapat dikatakan depressing. Penulis telah memainkan banyak otome game, tetapi Taisho x Alice merupakan salah satu yang meninggalkan kesan mendalam yang sulit dilupakan. Karakter yang annoyingly-easy-to-love juga membuat penulis enggan untuk meninggalkan game ini bahkan setelah waktu berlalu.
Taisho x Alice: Episode I merupakan awal dari penyakit penulis. Elemen fantasi yang dibalut sedemikian rupa seolah menyembunyikan apa yang sebenarnya menjadi dasar dari kepribadian tiap karakter. Setelah terbiasa dengan rute yang disajikan, pemain serasa diajak untuk memperkirakan jalan cerita terburuk yang bisa terjadi. Kisah dengan undertone dark mempertegas trauma tiap karakternya. Setiap kali hal ini disumat, pengembang game akan melempar ekspektasi pemain jauh-jauh dengan memberikan jalan cerita yang sulit ditebak dan tentunya tetap memukau dengan caranya sendiri.
Oleh karena penulis kesulitan menceritakan isi game ini tanpa memberi spoiler, maka mari kita umpamakan Ariel dari The Little Mermaid menjadi karakter dalam game ini. Ariel (versi laki-laki, tentu saja) akan menjadi karakter yang takut dilupakan dan disalahpahami. Anggaplah suatu ketika, Ariel terlalu jujur dan mengatakan hal yang salah pada orang dan waktu yang salah. Triton meninggalkan Ariel dan Ursula memberinya kutukan untuk 'tak dapat bicara'. Ariel lantas menjadi pribadi yang berkebalikan dengan kisah aslinya, ia menarik diri dan hanya menjadi bayangan bagi karakter lainnya, menyimpan ketakutan berlebihan akan penelantaran. Taisho x Alice memiliki tema seperti itu, fantasi yang gelap, psychological, secara halus menyerang batin dengan taburan sihir yang menyayat.
Taisho x Alice memiliki tujuh karakter yang merupakan love interest dari protagonis bernama Yurika Arisu. Mereka adalah Cinderella, Red Riding Hood (Akazukin), Snow White (Shirayuki), Kaguya, Gretel, Wizard (Mahoutsukai), dan Alice. Terdapat pula tokoh utama yang disembunyikan sejak Episode I sampai Episode II, tetapi dapat pemain lihat petunjuknya samar-samar. Protagonis yang memiliki kepribadian unik juga menjadi daya tarik dari game ini. Selain itu, terdapat pula penjelasan mengenai semua yang terjadi di akhir kisah, memberikan penutup yang menawan dan cocok untuk mengakhiri fantasi yang liar bergelombang.
(Ilustrasi Karakter Lengkap pada Peringatan 10 Tahun Taisho x Alice / Dok. @taishoalice di X) |
Dapat dibilang, pengembang game ini menunjukkan rasa sayangnya dengan baik kepada semua karakter yang ada. Ryoushi (Hunter) dan Ookami (Woolfe) sebagai pemeran tambahan pun memiliki rute yang didedikasikan untuk mereka. Keduanya mengungkap cerita yang terjadi melalui sudut pandang masing-masing. Pada seri game yang sama, Taisho x Alice: Heads and Tails, pemain juga akan dimanjakan dengan dua rute tambahan bagi tiap karakter, yaitu afterstory dan bonus content berupa kisah alternatif di mana semua karakter berinteraksi langsung dalam Arisu Academy.
Game ini memiliki visual yang memanjakan mata dan loyal terhadap gaya artistik yang khas. Taisho x Alice pertama mengeluarkan trial version pada 2015 di Jepang dan kini telah memiliki versi Korea pada tahun 2025 meski baru sampai pada seri Epilogue. Tak hanya visual, penggemar juga semakin dimanjakan dengan pengisi suara yang ciamik dan cocok untuk masing-masing karakter. Sebut saja Matsuoka Yoshitsugu (Alice), Natsuki Hanae (Woolfe), dan Shouta Aoi (Snow White) yang sering mengisi karakter mayor dalam anime, game, seiyuu project, dan bahkan adaptasi film.
Taisho x Alice tidak harus dimainkan secara urut karena Episode 1 sampai Episode 3 merupakan kisah individu dari tiap karakter. Akan tetapi, jika pemain ingin merasakan pengalaman optimal, maka sangat disarankan untuk memainkan Taisho x Alice menurut urutannya; Episode I (rute Cinderella dan Red Riding Hood), Episode II (rute Kaguya dan Gretel), Episode III (rute Snow White dan Wizard), Epilogue (rute Alice), hingga Heads and Tails.
Menurut penulis, game ini tidak hanya memperlihatkan bagaimana rasa cinta dapat tumbuh meski dalam situasi yang sulit dibayangkan, tetapi juga bagaimana menghadapi trauma dan sembuh, lantas melangkah menuju masa depan dengan segala ingatan yang ada. Taisho x Alice seolah mengejek mereka yang menganggap bahwa fantasi dan romansa merupakan kombinasi bodoh yang klise dengan jalan cerita obvious-from-the-first-meeting. Penulis pun merasa demikian, mendapat pukulan setelah meremehkan game ini, setelah menangis hampir pada semua rute (terlebih pada rute Snow White).
| (Tangkapan layar dalam game Taisho x Alice: Episode I / Dok. Ela) |
Gaya bahasa yang digunakan dalam game ini menyenangkan untuk diikuti. Bahasa Jepang yang blak-blakan dan translasi Inggris yang ekspresif, cocok dengan suasana—meski tidak selalu harfiah—dapat membawa fans dari belahan dunia lain untuk 'merasakan' dialog secara lebih dalam. Tak jarang, Taisho x Alice juga melontarkan guyonan yang lepas, tetapi tetap pada tempatnya dan tidak menyinggung karena pembawaannya yang santai. Sebelumnya, penulis tidak pernah membayangkan akan mendengar Cinderella akan mempekerjakan orang dengan gaya tirani dan memotong uang makan bagi mereka yang malas, sungguh.
Sayangnya dalam beberapa poin cerita, penyampaian cenderung dilakukan secara cepat sehingga pemain kesulitan menangkap apa yang terjadi. Peralihan antara masa lalu dan masa sekarang, juga pemikiran tokoh-tokohnya yang simpang siur menuntut konsentrasi lebih dari pemain. Selain itu, adanya konten sensitif yang datang tanpa peringatan mungkin dapat membuat pemain tidak nyaman, terlebih pada Episode II dan Episode III. Waktu lama juga diperlukan untuk 100% menamatkan game ini. Selain itu, bonus content berupa drama CD juga tidak memiliki translasi resmi sehingga membuat penggemar luar Jepang kesulitan memahami isinya.
Meski demikian, dengan alur cerita gila yang ditawarkan, game ini tetap sangat layak untuk dicoba. Kisahnya mengalir, meski kadang tidak terasa natural, tapi tetap memiliki sentuhan tersendiri. Musik latar belakang juga menjadi salah satu rahasia bagaimana Taisho x Alice dapat menggaet pemain. Apalagi dengan jangkauan karakter yang luas, game ini memikat mereka yang tertarik dengan versi laki-laki protagonis cerita dongeng terkenal, mulai dari visual sampai audio. Komedi di dalamnya pun menyenangkan untuk dinikmati, sukses membuat penulis ingin menjitak semua karakter yang terlibat.
"Jujur kalau gak main Taisho x Alice, gak bakal ngerasain perasaan campur aduk cuma gara-gara storyline sama karakter 2D yang semuanya depresi dan mental-abusing. Sakit hati, seneng, kesel, bangga, eneg, gak terima, pokoknya semua paket emosi keluar lengkap saat mainin. Taisho x Alice bukan cuma game yang sedangkal masuk dunia lain terus nemu karakter buat disayang, tapi gimana kita lihat ke kaca dan sadar ke realita yang sama sekali beda, gimana identitas kita membentuk cara kita melihat dunia." (Ela)
1 Komentar
Apakah ini my kisah
BalasHapus