POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Rasa yang Membawa Pulang: Resensi Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati

(Cover Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati/ Dok. Elisya)

Identitas Buku 

Judul                   : Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati 

Penulis                 : Brian Khrisna 

Tahun Terbit         : 2025 

Penerbit               : Grasindo 

Jumlah Halaman : 210 Halaman


Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (2025) karya Brian Khrisna adalah novel reflektif yang mengajak  pembacanya menengok hal-hal kecil yang sering terabaikan dalam hidup. Brian, yang dikenal dengan  gaya puitis serta tema kehilangan dan pergulatan batin, kembali menghadirkan kisah sederhana  namun sarat makna. Melalui perjalanan mencari seporsi mie ayam, Ia mengingatkan bahwa  kebahagiaan kadang tersembunyi dalam momen yang sepele. Novel ini menekankan bahwa hal-hal  kecil tersebut sering kita lewati begitu saja tanpa sempat disyukuri. 

Novel ini menggabungkan kesederhanaan cerita dengan kedalaman pesan emosional yang dekat  dengan keseharian. Brian, yang konsisten mengangkat tema luka batin, kehilangan, dan proses  penyembuhan diri, kembali menampilkan narasi yang hangat namun menyayat. Dalam cerita ini,  seporsi mie ayam—makanan yang begitu akrab bagi masyarakat Indonesia—menjadi simbol  perjalanan mencari makna hidup. Simbol tersebut menjadi pintu masuk menuju pengalaman  emosional yang menghangatkan sekaligus memilukan. 

Kisah berpusat pada seorang tokoh utama yang sedang menghadapi fase paling rapuh dalam  hidupnya. Ia menyadari bahwa waktu yang dimilikinya tidak sepanjang yang ia kira, sehingga  membuatnya menengok kembali masa lalu. Dari kenangan itu, ia mengingat seporsi mie ayam yang  pernah ia nikmati bersama seseorang yang sangat berarti. Kenangan tersebut membuka pintu menuju  masa ketika hidup terasa lebih ringan dan penuh harapan. 

Keputusan untuk mencari kembali rasa mie ayam itu menjadi awal perjalanan panjangnya. Ia  mengunjungi berbagai tempat yang pernah ia datangi, bertemu orang-orang yang memberinya sudut  pandang baru, dan menggali kembali memori yang lama Ia biarkan membeku. Setiap perjumpaan  menghadirkan potongan renungan tentang hubungan manusia dan kebermaknaan kehadiran  seseorang. Perjalanan ini juga menegaskan betapa berharganya momen kecil yang sering kita abaikan. 

Alur yang ditawarkan Brian bergerak perlahan, mirip dengan seseorang yang sedang melangkah  sambil membawa beban pikiran. Justru ritme lambat itu memberi ruang bagi pembaca untuk  merasakan kegamangan tokoh utamanya. Konflik yang hadir lebih banyak berupa konflik internal— rasa bersalah, kerinduan, dan penyesalan—yang sangat manusiawi. Pembaca diajak memahami  bahwa tidak semua pertarungan hidup bersifat besar dan dramatis. 

Secara gaya, Brian menampilkan ciri khasnya: bahasa puitis yang lembut dan kaya metafora untuk  menggambarkan perasaan yang sulit diungkapkan. Mie ayam digunakan sebagai simbol kehidupan  yang sederhana namun sangat kuat. Simbol itu membuat perjalanan tokoh terasa bukan hanya pencarian rasa, tetapi pencarian jati diri yang hilang di tengah rutinitas dan luka lama. Sentuhan puitis  Brian memperkuat suasana intim dalam cerita. 

Penokohan tokoh utama juga menjadi kekuatan novel ini. Ia digambarkan sebagai sosok yang rapuh  namun tetap mencoba terus maju. Kerentanannya membuat pembaca merasa dekat, seolah ia  mewakili perasaan yang pernah dialami banyak orang. Brian tidak membentuk tokohnya sebagai figur  sempurna, tetapi membiarkan ia tumbuh seiring perjalanan emosionalnya. 

Namun, pembaca yang mengharapkan cerita dengan intensitas tinggi mungkin merasa ritme novel ini  terlalu lambat. Beberapa bagian dipenuhi kontemplasi yang panjang sehingga terasa berat bagi  sebagian orang. Gaya bahasa yang sangat puitis juga bisa membuat pembaca yang lebih menyukai  narasi lugas perlu beradaptasi. Meski begitu, ciri khas inilah yang membuat novel ini berbeda dan  menonjol. 

Secara keseluruhan, Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati adalah novel hangat yang mengajak pembaca  merefleksikan hal-hal kecil yang pernah membuat hidup terasa berarti. Lebih dari sekadar perjalanan  mencari makanan favorit, kisah ini menuturkan proses berdamai dengan masa lalu dan diri sendiri.  Brian Khrisna berhasil menghadirkan cerita sederhana namun penuh emosi, menjadikannya bacaan  yang tepat bagi siapa pun yang sedang mencari ketenangan dan pemahaman diri. Novel ini layak  mendapat 4 dari 5 bintang untuk pembaca yang menyukai cerita kontemplatif dan penuh makna.  (Elisya Belinda Dewayanti)

Posting Komentar

0 Komentar