POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Menimbang Privatisasi BUMN: Solusi untuk Kesejahteraan atau Ancaman Kemandirian?

(Dok. Internet)

Lpmvisi.com, Solo — Isu privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat dan memicu perdebatan hangat di kalangan publik dan pengamat ekonomi. Di satu sisi, privatisasi dinilai sebagai langkah efisiensi dan peningkatan daya saing, tetapi di sisi lain, dikhawatirkan akan melemahkan kontrol negara atas aset strategis dan mengorbankan kepentingan publik. 

Dalam pandangan ekonomi Smithian yang berakar dari pemikiran Adam Smith, privatisasi sejalan dengan prinsip pasar bebas di mana campur tangan pemerintah harus seminimal mungkin. Smith beranggapan bahwa efisiensi dan kemakmuran akan tercipta melalui mekanisme "invisible hand", yakni ketika individu atau entitas swasta berusaha memaksimalkan keuntungan pribadi, hasil akhirnya akan berdampak positif bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, dalam kacamata Smithian, privatisasi BUMN adalah langkah yang rasional dan mendukung pencapaian kesejahteraan, selama pasar berjalan secara kompetitif dan transparan.

Menurut sudut pandang Keynesian, dalam menekankan pentingnya peran negara dalam mengatur ekonomi untuk mencapai stabilitas dan keadilan sosial, privatisasi dapat menjadi problematis. Keynesianisme mendorong intervensi pemerintah terutama dalam sektor-sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam konteks Indonesia, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pasca privatisasi, sebagian BUMN mengalami peningkatan kinerja keuangan, tetapi belum tentu berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat atau pengurangan ketimpangan. Oleh karena itu, kaum Keynesian cenderung melihat privatisasi sebagai kebijakan yang harus dijalankan secara selektif dan dengan regulasi ketat.

Sementara itu, pandangan Marxian mengkritik privatisasi secara lebih tajam. Marx memandang bahwa privatisasi merupakan perpanjangan dari akumulasi kapital oleh kelas borjuis, yang pada akhirnya mengeksploitasi kelas pekerja dan mengalienasi rakyat dari kepemilikan atas alat-alat produksi. Dalam konteks BUMN, privatisasi dianggap sebagai bentuk perampasan aset publik yang menguntungkan segelintir elite ekonomi dan mengurangi kontrol rakyat terhadap sumber daya strategis negara. Hal ini sejalan dengan temuan bahwa privatisasi tidak selalu membawa pemerataan, dan justru dapat memperbesar ketimpangan ekonomi serta memperlemah posisi negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi.

Privatisasi BUMN sering diklaim sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi, daya saing, dan profesionalisme perusahaan milik negara. Secara teori, masuknya kepemilikan swasta akan mendorong disiplin pasar, memperbaiki tata kelola, serta mengurangi beban fiskal pemerintah. Hal ini terlihat dalam beberapa studi yang menunjukkan bahwa setelah privatisasi, beberapa BUMN menunjukkan peningkatan profitabilitas dan efisiensi operasional.

Namun, terdapat sisi lain yang tidak bisa diabaikan, seperti privatisasi dapat mengancam kemandirian ekonomi nasional. Ketika aset strategis seperti energi, transportasi, atau komunikasi diserahkan ke tangan swasta, terutama jika investor asing terlibat, maka risiko kehilangan kendali atas sektor vital menjadi nyata. Dalam konteks Indonesia, BUMN juga memiliki fungsi sosial, seperti menyediakan lapangan kerja dan menjangkau layanan publik ke daerah terpencil—yang sering kali tidak menguntungkan secara komersial. Privatisasi bisa mengorbankan fungsi ini jika orientasi perusahaan berubah murni menjadi profit-maksimisasi.

Dari sisi kesejahteraan masyarakat, hasilnya pun tidak seragam. Beberapa kajian menunjukkan bahwa privatisasi belum tentu meningkatkan akses dan kualitas layanan publik. Dalam beberapa kasus, tarif naik pasca-privatisasi, sementara efisiensi tidak selalu tercapai. Dampak terhadap pekerja juga menjadi perhatian, karena privatisasi sering diikuti restrukturisasi yang berujung pada pengurangan tenaga kerja. Dengan demikian, privatisasi bukanlah solusi mutlak atau ancaman mutlak. Yang dibutuhkan adalah pendekatan selektif dan strategis terkait BUMN di sektor kompetitif yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan hidup masyarakat, BUMN dapat mempertimbangkannya untuk melakukan privatisasi seluruhnya atau sebagian. Namun, untuk sektor strategis dan layanan dasar, peran negara sebaiknya tetap dominan.

Berdasarkan tulisan di atas, dengan mempertimbangkan tiga perspektif aliran eknomi dan bukti empiris dari studi-studi di Indonesia, privatisasi BUMN bukanlah solusi tunggal untuk kesejahteraan. Ia bisa menjadi instrumen pembangunan jika dilaksanakan dengan transparansi, pengawasan ketat, serta tetap menjamin kepentingan publik. Privatisasi bisa menjadi solusi peningkatan kinerja BUMN, tetapi harus diimbangi dengan regulasi ketat dan perlindungan terhadap kepentingan publik. Tanpa kontrol dan arah yang jelas, privatisasi berpotensi menjadi ancaman bagi kedaulatan dan kesejahteraan nasional. (Jasmine)




Posting Komentar

0 Komentar