POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Jika Budi Utomo Lahir Tahun 2025: Manifesto Gerakan Intelektual Muda Masa Kini

(Ilustrasi Budi Utomo/Dok. Internet)


     Lpmvisi.com, Solo — Seandainya Budi Utomo lahir pada tahun 2025, maka akan seperti apa gerakan sosial yang tercipta dari organisasi ini? Berdiri pada 20 Mei 1908, Budi Utomo menjadi ujung tombak kebangkitan nasional tanah air. Lembaga pemuda pribumi pertama ini terbentuk atas dasar keinginan bersama demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Dewasa ini, semangat Budi Utomo menjadi penting untuk dikaji ulang agar sejalan dengan realitas dan dinamika sosial yang terjadi. Langkah-langkah sosial harus memperhatikan aspek globalisasi dan perkembangan teknologi. Pasalnya, kedua hal tersebut telah berkontribusi terhadap cara individu berinteraksi serta mengakses informasi.

    Dalam lanskap masa kini, gerakan intelektual tidak lagi cukup mengandalkan pendekatan konvensional, tetapi juga perlu dilengkapi dengan metode yang inklusif dan responsif terhadap digitalisasi. Lantaran, digitalisasi telah mendorong terciptanya ruang baru untuk pertukaran gagasan dan pengetahuan tanpa adanya jurang geografis maupun kelas sosial. Menilik survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, sekitar 79,5% penduduk Indonesia telah terhubung dengan internet. Kondisi ini membuka peluang besar bagi terbentuknya jejaring intelektual lintas daerah yang integratif dan terbuka.

    Meskipun begitu, potensi yang telah diuraikan belum sepenuhnya terwujud. Literasi digital dan kemampuan berpikir kritis masih menjadi persoalan yang serius bagi Indonesia. Menurut studi PISA 2022 oleh OECD, pelajar di Indonesia menunjukkan skor literasi yang rendah, yakni berada di peringkat ke-59 dari 81 negara (Teguh, 2024). Kondisi semacam ini menunjukkan adanya kesenjangan antara akses terhadap teknologi dan kapasitas pemanfaatannya secara reflektif dan kritis.

    Untuk itu, penguatan literasi digital harus menjadi bagian dari agenda gerakan sosial berbasis komunitas. Pendidikan tidak hanya perlu memperluas akses teknologi, tetapi juga menumbuhkan budaya berpikir kritis sejak usia dini. Program pelatihan berbasis komunitas, misalnya, dapat menjadi ruang pemberdayaan bagi generasi muda dalam memahami dinamika informasi digital, mengelola data secara etis, serta membentuk opini publik yang rasional. Di samping itu, kolaborasi antara lembaga pendidikan, media, organisasi serta masyarakat sipil dapat mendorong penciptaan ekosistem pengetahuan yang demokratis dan partisipatif.

    Dengan menghidupkan kembali semangat Budi Utomo dalam konteks abad ke-21, kita dihadapkan pada tuntutan untuk meredefinisi makna gerakan intelektual. Digitalisasi membuka kemungkinan tak terbatas untuk pertukaran pengetahuan dan kolaborasi lintas batas, namun potensi ini hanya dapat terwujud apabila ditopang oleh literasi kritis dan kesadaran kolektif. Gerakan intelektual masa kini harus inklusif, adaptif terhadap perubahan teknologi, serta berakar pada nilai-nilai kebersamaan dan pemberdayaan komunitas. Hanya dengan cara inilah warisan Budi Utomo dapat menjadi inspirasi yang hidup, bukan sekadar catatan dalam buku sejarah. (Bilqis)

Posting Komentar

0 Komentar