(Penyampaian materi oleh Mohammad Thoriq Romdahon pada Diskusi Isu Aktual dan Logis (Dialog) di depan pintu lobby Gedung 2 FISIP UNS, Selasa (21/5) / Dok. Kia dan Dhona) |
Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASOS) FISIP UNS menyelenggarakan Diskusi Isu Aktual dan Logis (Dialog) bertajuk “Gerakan Mahasiswa: Hantu Masa Lalu atau Pahlawan Masa Depan” di Hutan Fisip yang kemudian dipindah ke depan pintu lobby Gedung 2 FISIP UNS pada Selasa (21/5) pukul 15.30 WIB. Dialog ini merupakan salah satu program kerja unggulan Departemen Riset dan Diskusi Himasos Kabinet Bhaskara Abhinaya 2025.
Dialog ini mendatangkan pemateri yang diidolakan mahasiswa, yaitu Aris Arif Mundayat, Ph.D., dosen di Departemen Sosiologi. Selain beliau, hadir pula Presiden BEM FISIP dari Angkatan 2025 dan 2024, yaitu Mohammad Thoriq Romadhon dan Amalia Putri Ayoni. Rangkain Dialog ini dipandu oleh Yunita Chaerunissa selaku moderator.
Dialog dimulai dengan pemaparan Amalia Putri Ayoni yang menggelorakan bahwasannya mahasiswa adalah aset bangsa. Gerakan mahasiswa adalah pintu gerbang awal dan suatu bentuk kontrol. Ia juga menegaskan bagaimana partisipasi gerakan dapat terwujud, yaitu dengan menghidupkan kembali forum, advokasi, serta petisi di kalangan-kalangan mahasiswa. Selain itu, pesatnya teknologi dengan mudah menyebarkan informasi melalui media sosial dengan penggunaan hashtag yang dapat memobilisasi diskusi dan gerakan online.
Dialog dilanjutkan oleh Mohammad Thoriq Romadhon yang menjelaskan bagaimana gerakan-gerakan mahasiswa pertama kali muncul. Ia menjelaskan bahwa sampai sekarang, gerakan mahasiswa menjadi kekuatan bangsa untuk mengawasi kebijakan-kebijakan sesuai koridor dan kemaslahatan bersama, dengan tetap memerhatikan kode etik dan moral yang sesuai.
Dialog semakin menarik ketika Aris Arif Mundayat, Ph.D. mulai mengutarakan pendapatnya. Aris memulai pembicaraannya dengan menceritakan proses terjadinya gerakan mahasiswa, seperti demonstrasi di dunia. Selain itu ia juga mengutarakan pendapatnya tentang alasan demonstrasi itu muncul. “Semakin banyaknya demontrasi adalah refleksi dari kurangnya ruang publik untuk diskusi politik.” Menyoroti maraknya demonstrasi, Aris memaparkan tata cara dan etika berdemonstrasi supaya mampu diingat oleh mahasiswa ke depannya apabila menjalankan demonstrasi.
Acara ini diwarnai dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh audiens yang memicu diskusi menarik. Acara ditutup manis dengan pembacaan puisi dari Aris dan Eja selaku Wakil Kepala Departemen Riset dan Diskusi.
Audiens mengaku bahwa mereka merasa puas dengan acara ini. “Aku merasa tercerahkan dari diskusi ini karena diskusi publik ini (membahas) tentang bagaimana negara ini berkembang dan bagi teman-teman yang awalnya belum terlalu mengikuti juga bisa tersadarkan. Sangat disayangkan waktu dari diskusi ini kurang (panjang). Aku melihat partisipasi mahasiswanya bagus. Semoga kedepannya, kegiatan seperti ini lebih dimasifkan dan bentuk diskusi bisa lebih variatif,” ujar salah satu audiens (nama disamarkan). (Kia, Dhona)
0 Komentar