Jumat, 07 Juni 2024

Mengulik “How to Make Millions Before Grandmother Dies” (2024)



(Source : GDH 559)


Bioskop-bioskop di Indonesia sedang ramai-ramainya didatangi pengunjung setelah ditayangkannya film bertajuk "How to Make Millions Before Grandma Dies" sejak 15 Mei 2024 kemarin. Film dengan judul asli Lahn Mah (หลานม่า) ini berasal dari Thailand yang dibintangi oleh Billkin Putthipong dan Tontawan Tantivejakul. 


Di Indonesia, film ini menjadi perbincangan di berbagai media sosial seperti X dan TikTok. Munculnya video-video TikTok yang menunjukkan before dan after orang-orang setelah menonton film ini menjadi sebuah tren di kalangan anak muda yang kemudian menarik minat mereka untuk ikut menonton. Dilansir dari laman CNN.com, How to Make Millions Before Grandma Dies berhasil menggaet lebih dari 3 juta penonton di hari ke-22 penayangannya dan resmi menjadi film Thailand terlaris di Indonesia sejauh ini.


Sebenarnya tidak ada sesuatu yang menakjubkan atau mewah dari film ini. Tidak ada adegan, musik, atau efek yang menegangkan atau membangun bulu kuduk. How to Make Millions Before Grandma Dies hanya berkisah tentang dinamika hubungan keluarga antara nenek dan cucu, ibu dan anak, kakak dan adik, hingga paman dan keponakan. Namun, sutradara Pat Boonnitipat berhasil mengemas premis sederhana itu menjadi sebuah cerita hangat yang menjangkau hati penonton.


Dibuka melalui adegan ziarah kubur keluarga, Meng Ju, sang nenek, atau yang akrab dipanggil Amah, menyampaikan keinginannya untuk dikubur di kuburan yang luas dan indah. Dinamika keluarga Amah dengan anak-anak dan cucunya langsung diperlihatkan di menit-menit pertama tersebut.


M (Billkin Putthipong), merupakan cucu laki-laki dari Amah sekaligus seorang pengangguran yang tidak lulus sekolah. Ia memiliki sifat yang acuh tak acuh terhadap keluarganya dan tidak memiliki prospek masa depan yang bagus.


Di tengah kehidupannya yang begitu-begitu saja, M mendapati bahwa Mui (Tontawan Tantivejakul), sepupunya dari bagian keluarga yang lain, mendapat warisan besar dari Agong, kakek mereka yang belum lama meninggal. Mui menjadi pewaris utama setelah menjadi perawat pribadi Agong di detik-detik terakhir hidupnya. M yang haus akan kekayaan, tergiur dengan prospek yang Mui deskripsikan sebagai "pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi" itu. Ditambah lagi, kondisi Amah yang didiagnosis kanker stadium 4 menjadi “kesempatan emas” bagi M untuk melakukan “pekerjaan” tersebut.


(Amah dan M / Dok. GDH 559)

Upaya M dalam menaikkan value-nya untuk memenangkan hati M menjadi titik sentral keseluruhan isi cerita. Namun, kisah ini tidak hanya sekadar tentang perebutan harta saja, tetapi lebih dalam daripada itu. Film ini menyorot lika-liku hubungan kekeluargaan yang cukup kompleks, tetapi tetap realistis, seperti misalnya M yang awalnya cuek tiba-tiba menjadi begitu peduli hingga rela mengesampingkan mimpinya sebagai streamer game online demi warisan yang ia kira bisa mengubah hidupnya itu.


Sebenarnya hanya dengan membaca judulnya saja, siapapun sudah bisa menebak kelanjutan jalan cerita dari film ini. Tidak ada plot twist maupun plot hole yang membuat penonton berteka-teki. Namun, kekuatan dari How to Make Millions Before Grandma Dies tidak terletak pada jalan ceritanya yang tidak bisa ditebak, melainkan ada pada bagaimana ia mampu menggambarkan kompleksitas hubungan antaranggota keluarga yang mungkin relate di banyak rumah terlepas dari latar belakang yang berbeda-beda.


Alurnya yang minimalis dibangun dengan intim tanpa tergesa-gesa. Tidak ada adegan dramatis maupun momen yang dibuat-buat untuk memaksa ledakan emosi penonton. Sebaliknya, emosi asli dari para pemain yang dengan epik memainkan perannya, serta konflik yang ditampilkan secara perlahanlah yang memicu emosi penonton terus mengalir sepanjang film layaknya ombak yang bersaut-sautan


Misalnya saja, adegan pertama akan memancing gelak tawa penonton, kemudian adegan berikutnya penonton dibuat kesal dengan karakter M yang tidak dewasa. Akan tetapi di detik berikutnya, penonton bisa saja dibuat tersedu-sedan akibat interaksi antara cucu dengan neneknya yang begitu menyentuh hati.


(Dok / GDH 559)


Berbicara tentang film, sinematografi menjadi aspek yang sulit untuk ditinggalkan. Sutradara Pat Boonnitipat melalui How to Make Millions Before Grandma Dies menangkap lingkungan suburban Thailand yang autentik dan nyata melalui sudut pandangnya. Latar-latarnya yang sederhana dikemas dengan apik, seperti rumah tua dengan barang-barang antik, suasana pasar tradisional, kereta yang penuh dengan penumpang, hingga rumah sakit lokal dengan antrian yang amat panjang. 


Latar belakang budaya dan tradisi keluarga Thai-Chinese juga amat ditampilkan begitu kental, mulai dari perayaan tahun baru Imlek, Amah yang bersembahyang kepada Dewi Kwan Im, hingga mengunjungi makam leluhur di kuburan Cina yang khas. Sungguh mengagumkan bagaimana Pat membungkus kesederhanaan itu dalam sebuah mahakarya yang berhasil membuat jutaan penonton berdecak kagum. 


Akhir kata, film ini secara implisit mengatakan bahwa keluarga mungkin menjadi sumber rasa sakit, tetapi hanya keluarga jugalah yang bisa menyembuhkan. Melalui konflik, canda, tawa, dan tangis, kita sebagai penonton diajak untuk merefleksikan kembali hubungan kita dengan keluarga dan orang-orang terdekat. (Syeikha) 



SHARE THIS

1 komentar: