Minggu, 17 April 2022

Gara-Gara Tugas

  

Tugas Kuliah
(Sumber: Internet)
                                    

                                                        Oleh: Novema Kumalasari


Para penghuni ruangan mengembuskan napas berat ketika lelaki berkumis tebal memberikan hadiah di penghujung kelas hari itu. Apalagi kalau bukan penugasan yang menjadi teman liburan para mahasiswa di akhir pekan. Tak terkecuali ketiga perempuan yang saling memanyunkan bibirnya ke depan dengan tatapan pasrah.

“Sudah kuduga, tugas lagi. Kenapa sih bapak itu suka banget lihat muridnya nggak bisa tidur dengan tenang?” cibir Anya, mahasiswi deadliner yang super sibuk dengan segala kegiatan di kampus.

“Sejak kapan Pak Bemo lihat muridnya tidur?” celetuk Riska -gadis kutu buku yang sedikit lola- membuat kedua temannya memandang dengan tatapan tajam. Riska menggigit bibir bawahnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal dan tenggelam kembali pada buku di depannya.

Udah yuk pulang! Laper nih,” ajak Cherli, salah satu anak yang paling ambis di kelas. 

“Kalian duluan ya, aku masih harus kumpul sama mereka tuh,” ucap Anya seraya menunjuk segerombolan anak yang tengah melambaikan tangan kepadanya.

Setelah mendapat jempolan dari kedua sahabatnya, mereka pun berpisah dan sibuk dengan urusan masing-masing. Meskipun tanpa disadari, badai masalah akan segera menerpa hubungan ketiganya.

***

Suasana sore itu cukup cocok untuk bersantai atau sekadar nongkrong sambil menikmati senja. Namun, beda halnya dengan ketiga gadis yang merasakan nuansa horor di ruangan dengan tumpukan buku di meja.

“Kenapa bisa tugas makalahnya sama persis? Bukankah kalian tahu saya paling anti dengan plagiarisme!” tanya Pak Bemo dengan nada tinggi diujung kalimatnya.

“Tapi, Pak. Saya benar-benar membuat tugas itu sendiri dan tidak ada niatan sedikitpun untuk menjiplak tugas mereka, Pak,” sanggah Riska, suaranya sedikit bergetar karena lelah sekaligus kesal.

“Pak, tapi saya juga buat sendiri. Bapak tahu kan kalau saya sering mengumpulkan tugas lebih awal dari kedua teman saya ini? Pasti mereka yang menjiplak tugas saya, Pak,” timpal Cherli tak mau kalah mempertahankan kebenaran.

Anya yang sedari tadi hanya diam ikut angkat bicara menyadari dirinya kini terpojokkan, “Heh kalian berdua! Meskipun aku suka ngumpulin tugas mepet dan sering nyontek, tapi kali ini aku juga buat sendiri tau.”

Brak!

Pak Bemo memukul meja cukup keras membuat ketiga perempuan itu bisu seketika.

“Cukup! Pokoknya bapak bakal kasih nilai nol dan kemungkinan kalian harus mengulang di mata kuliah ini tahun depan, sampai ada yang mengaku siapa pelaku aslinya. Sekarang cepat keluar dari ruangan saya, bikin tambah pusing kalian ini,” putus Pak Bemo dengan dada yang naik turun.  

“Tapi pak …”

“Apa!” pekik lelaki itu membuat Cherli terperanjat.

“Tidak apa-apa, Pak. Selamat istirahat.” Cherli mengakhiri perdebatannya dan segera meninggalkan Pak Bemo yang tengah memijat kepalanya. Pun diikuti dengan kedua perempuan yang kini saling menjaga jarak.

Hening tak ada yang memulai percakapan, semuanya saling mengumpat dalam hati masing-masing. Hingga akhirnya suara dering ponsel memecahkan suasana. Mendapati suara itu adalah ponsel Anya, ia sedikit melirik kepada kedua temannya dan sedikit menjaga jarak.

 “Halo, iya nanti saya transfer.” Setelah mendapat persetujuan dari orang diujung telepon, Anya memasukkan ponselnya dengan kasar dan mendengus lirih. 

Di sepanjang lorong kampus, ketiganya kembali diam dan bergeming dengan pikiran masing-masing. Suasana sedikit hidup ketika dering ponsel kembali memecah keheningan, kali ini Cherli yang menjaga jarak ketika melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.

Hem oke, kirim aja nomor rekeningnya … Oke.” Setelah menutup ponsel, Cherli memandangi kedua temannya, “Kenapa sih kalian nggak ngaku aja?” cetusnya.

Ngaku apa maksud kamu, Cher? Jadi kamu nuduh kita nyontek gitu?” tanya Anya dengan ketus.

“Ya siapa lagi, kutu buku nggak menjamin dia selalu bikin tugas sendiri, apalagi si tukang deadliner,” beber Cherli sambil tersenyum kecut. 

Heh! Jangan sembarangan kalau ngomong ya!” tangkas Anya, sementara Cherli hanya mengangkat bahunya.

Woy Ris! Ponsel kamu bunyi tu,” tegur Cherli sambil menghindari tatapan tajam Anya. 

Riska yang sedari tadi melamun langsung gelagapan dan mencari ponselnya di dalam tas, hampir satu menit ia sibuk dengan isi tasnya sampai semua barang dikeluarkan, tetapi benda persegi panjang itu tak kunjung ditemukan. Melihat hal itu, Anya yang berniat tak peduli, akhirnya mengurangi egonya dan mengambil ponsel di saku celana Riska.

“Oh iya, hehe makasih.” Tanpa menunggu jawaban dari Anya, Riska langsung mendekatkan ponsel ke telinga dan membalikkan badannya.

“Iya, sebelumnya terima kasih tapi lebih baik bertemu langsung ya karena nomor rekening saya baru aja keblokir. Oh ya, hasilnya bagus cuma kurang memuaskan soalnya sama persis kayak punya temen saya. Baik terima kasih … Astaga!” Riska hampir menjatuhkan ponsel ketika menyadari kedua gadis itu mendekatinya sambil membulatkan kedua mata.

“Oh … jadi kamu joki tugas ya, Ris?” 

“Duhh Riska … kenapa kamu bisa lupa kalau ada mereka di sini?” gumam Riska sambil sesekali memukul kepalanya.

“Eh … enggak, siapa? Aku buat sendiri kok,” bantah Riska dengan muka yang memerah bak kepiting rebus.

Udah, Ris, ngaku aja kali. Soalnya aku juga iya.”

Kalimat yang terlontar dari Cherli membuat Anya dan Riska melotot tak percaya.

Hehe apaan sih kalian, ya walaupun aku termasuk anak yang ambis, tapi untuk tugas kali ini aku beneran nggak paham sama materinya dan udah dibaca berkali-kali pun, aku tetep nggak paham. Jadi sekali-kali aku nyoba joki tugas. Hiks ya ini rahasiaku yang harus kalian maklumi, hahaha,” ungkap Cherli.

“Maaf ya temen-temen, sebenernya aku juga. Kan kalian tahu sendiri, aku ikut banyak organisasi dan lagi sibuk sama proker yang bejibun sampai nggak bisa bagi waktu dengan baik. Yah alhasil aku pakai jasa joki tugas. Eh malah kita pesen ke orang yang sama. Hmmm aku yakin sih, dia sebenernya juga lagi sibuk tapi kepepet butuh uang,” lontar Anya dengan sedikit mendesis di ujung kalimatnya.

“Maafin aku ya, An, Ris udah keras kepala dan nyalahin kalian,” ujar Cherli sambil mengacak rambut kedua sahabatnya, membuat benteng pertahanan di mata Anya hampir roboh.

Enggak, Cher. Aku juga salah udah ngaku sesuatu yang bukan karyaku sendiri. Selama beberapa hari kemarin aku sebenernya lagi suka baca novel sampai nggak sadar kalau deadline-nya tinggal satu hari lagi, kalian tahu kan kalau aku lagi panik, pasti nggak bisa mikir apa-apa. Sampai akhirnya aku memutuskan buat joki tugas.”

Cherli dan Anya memandang Riska dengan sendu dan mereka pun saling berpelukan, meluapkan prasangka buruk dan penyesalan melalui air mata. Gara-gara tugas, mereka sadar bahwa tidak selamanya cover mewakili sebuah isi, dan saling memahami adalah kunci dalam menjalin kepercayaan. Mereka pun berniat untuk memperbaiki kebiasaan yang merugikan dan saling mempererat hubungan dengan kejujuran.

“Ya kali-kali joki juga nggak papa kan? Asal pastiin dulu beda orang hahaha,” pungkas Cherli membuat keduanya tertawa dan mengacungkan jempol bersamaan. (Novema)



SHARE THIS

1 komentar: