Potret para penari dari Sanggar Bera'an Pare usai menampilkan Tari Hudoq di Srawung Seni Sakral Internasional 2018 pada Rabu (12/09/2018). (Dok. VISI/Ratna) |
Lpmvisi.com, Solo – Dalam rangka memperingati Satu Suro, Pemerintah Kota Surakarta
menyelenggarakan sebuah pergelaran seni sakral sedunia pada Rabu (12/09/2018).
Berlokasi di Pelataran Museum Radya Pustaka, pergelaran bertajuk Srawung Seni
Sakral Internasional 2018 tersebut menyuguhkan penampilan seni sakral dari para
seniman yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia hingga dari lintas negara.
Kalimantan Timur, sebagai salah satu penampil dalam negeri, menampilkan tarian
khasnya yang berjudul “Tari Hudoq”.
Penari Mexico sedang menampilkan tariannya dalam Srawung Seni Sakral Internasional 2018. (Dok. VISI/Ratna) |
Ledau Timang (60), salah satu penari Hudoq, mengaku harus
berlatih rutin dari sore hingga pagi untuk mempersiapkan penampilannya di
Panggung Srawung Seni Sakral Internasional 2018. Penari yang tergabung dalam
Sanggar Bera’an Pare−yang memiliki arti padi yang lebat−itu pun menyampaikan
bahwa sanggarnya telah berulangkali mengikuti Srawung Seni Sakral Internasional
dan tampil di berbagai daerah lain di Indonesia, seperti Jakarta dan Bali.
Di tahun ini, Sanggar Bera’an Pare menampilkan Tari Hudoq
sebagai sebuah tarian yang memiliki makna tersendiri. Tarian tersebut biasa
ditampilkan sebelum dan sesudah panen padi.
“Makna dari tarian ini yaitu dewa sakti dari khayangan yang
turun ke bumi untuk menjaga dan melindungi manusia dari roh jahat,” jelas Ledau
kepada VISI. Ia juga menyampaikan
bahwa tarian tersebut biasa ditampilkan sebelum maupun sesudah masa panen padi.
Srawung Seni Sakral Internasional 2018 cukup banyak
diminati oleh masyarakat Solo. Kursi untuk tamu undangan tampak penuh dan
beberapa penonton pun rela berdiri untuk menyaksikan pergelaran seni sakral
tersebut.
Harsono (40), salah satu pengunjung dari Solo, mengaku
bahwa dirinya hampir setiap tahun datang dalam acara Srawung Seni Sakral. Ia
menyampaikan, menghadari acara tersebut membuat pengetahuan kebudayaannya
menjadi bertambah.
“Acara ini merupakan warisan kebudayaan dan salah satu
cara untuk promosi pariwisata, makanya saya rutin datang setiap tahun,” jelas
Harsono. (Ratna, Meilly)
0 Comments: