POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Resensi: Yandy Laurens Membawa Cinta dan Waktu ke Dimensi Baru Melalui Film “Sore”

Sore: Istri dari Masa Depan Movie Poster
(Poster film “Sore: Istri dari Masa Depan” / Dok. Internet)

 

Judul asli: Sore: Istri dari Masa Depan

Tahun rilis: 10 Juli 2025

Sutradara & penulis: Yandy Laurens

Durasi: 119 menit

Genre: romantis, fantasi 

Pemeran utama: Dion Wiyoko (Jonathan) dan Sheila Dara Aisha (Sore)


Film Sore: Istri dari Masa Depan hadir sebagai salah satu karya sinema Indonesia yang berani keluar dari pola cerita cinta pada umumnya. Tayang pada 10 Juli 2025, Sore langsung menarik perhatian karena premisnya yang tidak biasa, yaitu kisah cinta yang berpadu dengan unsur perjalanan waktu dan dibungkus dengan nuansa yang lembut serta penuh makna. Film ini bukan sekadar menampilkan kisah romantis antara Jonathan dan Sore, melainkan juga perjalanan batin tentang kehilangan, penyesalan, dan usaha untuk memperbaiki diri di tengah waktu yang terus berjalan.

Cerita berpusat pada Jonathan, seorang fotografer asal Indonesia yang memilih hidup jauh di Kroasia. Ia menjalani hari-harinya dengan datar, tanpa arah, dan terjebak dalam rutinitas yang sepi. Hingga pada suatu senja, hadir seorang perempuan asing bernama Sore. Perempuan itu datang begitu saja dan membuat pengakuan mengejutkan bahwa ia adalah istrinya dari masa depan. Dari titik itulah kehidupan Jonathan berubah perlahan. Ia yang semula apatis mulai menemukan kembali arti kebersamaan, empati, dan rasa ingin hidup. Kehadiran Sore bukan hanya membawa cinta, tetapi juga membawa pesan yang lebih besar tentang bagaimana manusia seharusnya berdamai dengan masa lalu dan tidak menyesali hal-hal yang sudah terjadi. Menariknya, film ini tidak berusaha menjelaskan secara ilmiah bagaimana perjalanan waktu bisa terjadi. Yandy Laurens memilih pendekatan emosional ketimbang logis, sehingga penonton tidak disibukkan dengan teori sains atau mesin waktu, tetapi diajak untuk menyelami perasaan dua manusia yang terhubung oleh waktu. Di sinilah keunikan Sore yang tidak ingin menjadi film fantasi, tetapi kisah manusia biasa yang dihadapkan pada pilihan luar biasa.

Sheila Dara Aisha berhasil menjadi pusat kekuatan film ini. Perannya sebagai Sore terasa hidup dan memikat. Ia tampil lembut, misterius, dan penuh kedewasaan emosional. Dalam setiap tatapan dan senyum kecilnya, penonton bisa merasakan ketulusan cinta yang tidak menuntut balasan, melainkan mendorong perubahan. Dion Wiyoko pun tampil memukau sebagai Jonathan. Ia menampilkan karakter pria yang rapuh, penuh luka batin, tetapi perlahan berani membuka diri. Chemistry keduanya terasa alami dan tak dibuat-buat. Tidak ada adegan dramatis yang berlebihan, justru dalam keheningan dan percakapan sederhana itulah kekuatan emosional film ini terasa. Beberapa adegan seperti saat Sore memotret Jonathan dari kejauhan, atau ketika mereka hanya berbicara soal kopi dan waktu, terasa begitu personal, seolah setiap kata mengandung kenangan.

Secara visual, Sore: Istri dari Masa Depan tampil indah dan menenangkan. Sinematografinya digarap dengan penuh perasaan. Warna-warna hangat, pencahayaan lembut, dan lanskap Kroasia yang sunyi menjadikan setiap frame terasa seperti lukisan. Cahaya senja yang dominan sepanjang film menciptakan suasana melankolis, seolah menjadi metafora bagi waktu yang perlahan menuju malam. Tidak hanya memperindah tampilan, visual film ini juga berfungsi sebagai bahasa emosional yang menggambarkan perasaan karakter-karakternya. Ketika Jonathan mulai menemukan makna hidup, warna layar terasa lebih terang dan hangat, seolah dunia ikut tersenyum. Hal ini membuktikan betapa cermat Yandy Laurens dalam mengatur tone dan ritme visual untuk memperkuat pesan cerita.

Selain dari sisi visual, kekuatan film ini juga terletak pada naskahnya yang puitis tetapi tidak berlebihan. Dialog-dialognya sederhana, tapi mengena. Ada banyak kutipan kecil yang bisa menggugah penonton, misalnya seperti ketika Sore berkata, “Masa depan bukan tempat yang jauh, tapi keputusan yang kita buat hari ini.” Kalimat semacam itu tidak terasa menggurui, melainkan menenangkan. Musik latar film pun bekerja dengan baik, tidak mendominasi, tetapi hadir di saat yang tepat untuk mempertegas suasana hati. Semua elemen tersebut berpadu membentuk atmosfer yang intim dan reflektif.

Namun, tentu saja Sore: Istri dari Masa Depan tidak lepas dari kekurangan. Bagi penonton yang lebih menyukai film dengan konflik tajam dan ritme cepat, film ini mungkin terasa lambat. Plotnya berjalan tenang, bahkan cenderung melankolis. Tidak ada puncak ketegangan yang mencolok, melainkan aliran cerita yang mengalun perlahan. Selain itu, unsur perjalanan waktunya pun tidak dijelaskan secara rinci. Penonton yang menunggu kejelasan tentang bagaimana Sore bisa datang dari masa depan mungkin akan merasa sedikit bingung atau kecewa. Akan tetapi, jika penonton memandang dengan sudut pandang emosional, bukan logis, kekurangan itu justru menjadi bagian dari pesona film ini. Sore bukan film yang ingin dimengerti, melainkan dirasakan.

Dalam kesederhanaannya, film ini menyimpan pesan yang sangat kuat. Ia mengingatkan kita bahwa waktu tidak selalu tentang detik dan menit, melainkan tentang kesempatan. Terkadang manusia terlalu sibuk menyesali masa lalu hingga lupa bahwa masih ada ruang untuk memperbaiki. Melalui karakter Sore, film ini menyampaikan bahwa cinta sejati tidak selalu hadir untuk memiliki, melainkan untuk menyembuhkan. Sore datang bukan untuk mengubah masa lalu Jonathan, melainkan untuk menuntunnya agar berani melangkah ke masa depan dengan hati yang lebih tenang. Yandy Laurens berhasil menyampaikan pesan tersebut tanpa harus bersuara keras. Ia bercerita dengan lembut, seperti seseorang yang sedang menulis surat kepada versi dirinya di masa lalu.

Secara keseluruhan, Sore: Istri dari Masa Depan adalah film yang layak diapresiasi karena keberaniannya menampilkan kisah cinta dengan cara yang sunyi tetapi dalam. Film ini membuktikan bahwa drama romantis tidak selalu harus penuh air mata dan teriakan yang terkadang, keheningan pun bisa berbicara lebih banyak. Dengan sinematografi yang indah, akting yang tulus, dan pesan yang menyentuh, film ini meninggalkan kesan hangat yang sulit hilang bahkan setelah layar hitam menutup cerita. Sore adalah film yang tidak berisik, tapi menggema lama di hati penonton. Ia mengajarkan bahwa cinta sejati mungkin tidak datang tepat waktu, tetapi selalu datang di waktu yang tepat. Sebuah kisah yang tidak hanya membuat kita percaya pada cinta, tetapi juga pada kesempatan kedua dalam hidup. (Rifka)

Posting Komentar

0 Komentar