POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Resensi Novel “Teka-Teki Terakhir”

 Oleh: Adila

Judul                    : Teka-Teki Terakhir

Tahun Terbit         : 2014

Penulis                 : Annisa Ihsani

Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Halaman : 256 Halaman


“Kalau boleh aku memberimu satu nasihat, Laura, janganlah terlalu fokus pada satu hal hingga lupa menghargai apa yang ada di sekelilingmu.”

Teka-Teki Terakhir mengisahkan perjalanan Laura Welman, gadis berusia 12 tahun yang tinggal di kota kecil fiksi bernama Littlewood pada tahun 1992. Hidupnya berubah drastis setelah ia mendapat nilai nol dalam ujian matematika. Laura yang merasa malu dan ingin membuang "barang bukti" kertas ujiannya, justru dikenalkan dengan Tuan Maxwell, tetangga misterius yang sering dianggap aneh oleh warga. Ada yang bilang mereka penyihir, ilmuwan gila, dan rumah mereka pun dikatakan sebagai rumah angker. Laura yang takut harus menempuh jarak memutar untuk berangkat ke sekolah agar tidak melewati rumah tersebut.

Suatu siang, Tuan Maxwell menemukan kertas ujian Laura di tempat sampah miliknya dan memanggilnya untuk mengembalikan kertas tersebut. Alih-alih mengejek, Tuan Maxwell justru memberi tahu kisah terbentuknya angka nol. Dari sinilah Laura mulai diperkenalkan pada dunia matematika melalui sejarah angka nol, Teorema Fermat, hingga teka-teki logika yang dikisahkan dengan hangat.

Laura mulai mengunjungi tetangganya yang aneh itu. Pertemuan keduanya dengan Tuan Maxwell membuat ia memahami mengapa Tuan Maxwell jarang keluar rumah. Tuan Maxwell adalah seorang ahli matematika, ia tinggal bersama istrinya yang juga seorang ilmuwan fisika. Ia dan istrinya sama-sama mencari jawaban dari teorema terakhir yang belum terpecahkan di tahun tersebut. Perjumpaan tersebut membawa Laura pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Laura yang semula membenci matematika mulai menemukan pesona di balik angka dan logika. Perjalanannya tidak mudah. Ia harus menghadapi gosip masyarakat tentang keluarga Maxwell, menjaga persahabatannya dengan Katie, serta belajar bahwa hidup bukan sekadar nilai di atas kertas.

Novel ini menampilkan bahwa proses belajar sesungguhnya adalah tentang membuka cara pandang baru terhadap dunia. Keunggulan novel ini terletak pada keberanian Annisa Ihsani yang mengangkat matematika dalam genre teenlit—sesuatu yang jarang dilakukan penulis Indonesia. Gaya bahasanya ringan, luwes, dan membuat pembaca merasa sedang membaca novel terjemahan. Unsur matematika hadir bukan sebagai diktat kaku, melainkan bagian dari alur yang alami dan menyenangkan. Novel ini tidak hanya cocok untuk remaja, tetapi juga pembaca dewasa yang gemar logika dan refleksi filosofis.

Meski demikian, alur ceritanya relatif sederhana. Konflik besar tidak mendominasi, sehingga bagi sebagian pembaca bisa terasa datar dan membosankan. Uraian matematika pada novel ini lebih bersifat pengantar, pembaca yang mengharapkan pendalaman teoritis matematika mungkin merasa kurang puas.

Teka-Teki Terakhir tetap berhasil menjadi bacaan inspiratif. Novel ini menyajikan pengetahuan dengan cara menyenangkan, menyentuh sisi emosional, dan memperlihatkan bahwa belajar adalah bagian dari kehidupan. Novel ini relevan bagi remaja yang bosan dengan kisah cinta klise, maupun bagi siapa saja yang ingin menemukan kembali semangat belajar lewat cerita sederhana. (Adila)

Posting Komentar

0 Komentar