POSTINGAN TERKINI

6/recent/LPM VISI

Girl Group “no na” Hadir dengan Island Pop, Indonesia Siap Jadi Pusat Perhatian

(Behind The Scenes Music Video Shoot pada Senin (5/5) / Dok. postingan Instagram @nonawav)

    Di tengah dominasi K-pop yang sudah menjadi arus utama hiburan dunia, muncul sebuah kejutan dari Asia Tenggara, tepatnya dari Indonesia. Girl group bernama “no na” hadir bukan sekadar sebagai “pendatang baru,” tapi sebagai representasi dari semangat baru musik Indonesia yang berani tampil beda dan punya visi global. Mereka bukan tiruan dari tren yang ada, tapi justru membawa gaya yang segar dan otentik dengan Island Pop, genre tropikal yang ringan, hangat, dan penuh warna, yang terasa seperti sinar matahari sore di pinggir pantai.

    Kehadiran no na seolah menjadi angin segar di tengah persaingan industri musik yang semakin ketat. Dengan konsep Island Pop yang mereka usung, no na menawarkan nuansa musik yang membebaskan dan membahagiakan, jauh dari kesan monoton atau meniru arus utama. Musik mereka dipenuhi ritme-ritme ceria, instrumen tradisional yang dipadukan dengan sentuhan modern, serta lirik yang menggambarkan keindahan alam dan kehidupan tropis Indonesia. Tak heran, banyak penikmat musik baik dari dalam maupun luar negeri yang mulai melirik no na sebagai wajah baru musik Asia Tenggara.

 (Release Music Video Shoot pada Kamis (1/5) / Dok. postingan Instagram @88rising)

    Di balik nama “no na” tersimpan filosofi budaya yang dalam. Kata ini berasal dari bahasa Indonesia, artinya “gadis” atau “perempuan muda.” Tapi lebih dari itu, “nona” adalah panggilan yang penuh rasa hormat dan kelembutan. Nama ini dipilih setelah melalui lebih dari 200 alternatif lain dan dipilih bukan karena catchy semata, tapi karena punya makna dan identitas. Dari hal itu, sudah terlihat bahwa no na bukan sembarang group. Mereka punya kesadaran akan siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Pemilihan nama ini menjadi simbol komitmen no na untuk membawa nilai-nilai lokal ke panggung global. Mereka ingin menunjukkan bahwa menjadi perempuan muda Indonesia adalah sesuatu yang membanggakan dan mereka siap memperkenalkan keunikan budaya tanah air melalui karya-karya mereka.

    Perjalanan mereka tidak dimulai dari panggung megah, tapi dari koneksi yang sederhana tetapi kuat: persahabatan. Mereka pertama kali bertemu di Jakarta saat acara Head In The Clouds (HITC) Festival dan sejak saat itu, chemistry mereka terbentuk secara organik. Selama tiga tahun saling mengenal, mereka tumbuh bersama bukan hanya sebagai teman, tapi juga sebagai rekan kreatif yang punya visi sama. Hal ini sangat kentara seperti waktu mereka difilmkan dalam video dokumenter “24 Hours with Nona” bersama Billboard. Di sana, penonton diajak untuk mengikuti keseharian mereka: dari proses kreatif di studio, masak bersama, sampai mengobrol santai tentang mimpi-mimpi mereka sebagai artis muda Indonesia.

    Mereka mungkin baru merilis satu lagu, tapi energi dan identitas musikal mereka sudah terbentuk jelas. Proses kreatif no na sangat kolaboratif dan tidak ada sistem satu orang yang dominan. Ada yang punya talenta dalam membuat melodi, ada yang kuat di lirik, dan ada yang nge-drive beat dengan nuansa groovy yang khas. Mereka bahas tentang ide lirik yang eksploratif seperti "black magic" atau metafora halus seperti “got you in my glass,” yang membuat lagu-lagu mereka punya lapisan makna yang tidak dangkal. Sound mereka dipengaruhi berbagai genre, dari R&B klasik, reggae, pop 80-an, sampai nuansa jazzy yang modern. Mereka tumbuh dengan musik-musik dari Janet Jackson, Diana Ross, TLC, sampai FLO dan Victoria Monáe jadi jangan heran kalau musik mereka memiliki nostalgia yang classy tapi tetap kekinian.

    Hal yang membuat mereka makin menonjol adalah kenyataan bahwa no na adalah girl group pertama asal Indonesia yang berhasil dikontrak oleh 88rising, sebuah label global yang jadi rumah bagi artis Asia ternama seperti Rich Brian, NIKI, dan Joji. Lucunya, pada awal mula mereka bergabung pada proyek ini tidak se-glamor yang dibayangkan. Mereka awalnya bahkan tidak sadar kalau manajer proyek yang mengajak mereka ternyata orang dari 88rising. Begitu tahu, mereka sempat ragu karena bayangannya: Los Angeles, panggung internasional, ekspektasi besar. Tapi setelah tahu bahwa sang manajer juga orang Indonesia, hati mereka jadi lebih tenang. Ada rasa nyaman karena tetap bisa membawa jati diri dan budaya dalam perjalanan ini.

    Identitas Indonesia bukan hanya hiasan untuk no na. Itu bagian dari mereka. Dalam musik, mereka menyelipkan bahasa Indonesia dan nuansa lokal. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak lepas dari kebiasaan makan sate, masak bersama, dan bercanda dengan kehangatan khas anak muda Indonesia. Bahkan, keberagaman suku dan asal dalam grup ini jadi kekuatan. Mereka datang dari latar belakang budaya berbeda yang mencerminkan luas dan kayanya Indonesia sendiri. (Sahl)


Posting Komentar

0 Komentar