Pasar Triwindu merupakan destinasi wisata di Kota Solo yang tak lekang oleh waktu. Selain menjadi tempat untuk mengambil foto aesthetic, pasar ini juga memiliki keunikan dan ceritanya sendiri. Bagi pengunjung, mungkin tempat ini hanyalah pasar yang menjual barang antik dan kenangan, tetapi bagi para pedagangnya, pasar ini memiliki arti yang lebih dari itu. Pasar yang awalnya adalah pasar tradisional ini dibangun oleh Mangkunegara VII untuk memperingati Triwindu, yakni 24 tahun berdirinya Mangkunegaran.
Meskipun begitu, di tengah persaingan dan sepinya pasar tradisional, kondisi Pasar Triwindu memantik sebuah pertanyaan: masih mampukah pasar barang antik ini memberi harapan? Banyak pedagang yang memiliki bisnis turun-temurun di pasar ini. Bagi beberapa dari mereka, tempat ini menjadi jalan satu-satunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Barang antik yang merupakan komoditas dengan pasar dan peminat khusus memiliki keterbatasan dalam penjualannya. Tidak semua orang dapat menikmati keindahan dari barang yang memiliki nilai sejarahnya tersendiri.
Jika menilik dari aspek ekonomi, aktivitas berdagang di Pasar Triwindu tidak selalu bisa menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan. Demi bertahan hidup, para pedagang di pasar ini banyak memiliki mata pencaharian lain, mulai dari menjual barang antik melalui online shop hingga membuat barang dekorasi dengan kesan antik yang banyak diminati oleh cafe dan semacamnya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, para pedagang Pasar Triwindu mulai beradaptasi dengan kekuatan internet. Sebagian dari mereka juga membuka e-commerce. Bagi mereka, mengandalkan internet akan sangat membantu pemasukan setiap harinya dibandingkan hanya mengandalkan hasil penjualan dari pasar yang tidak dapat diprediksi. Proses jual beli di internet mampu menjaring pasar yang lebih luas dan beragam. Di samping itu, proses transaksi juga menjadi lebih cepat dan praktis. Meskipun terlihat lebih sederhana, ternyata dalam prosesnya para pedagang di pasar ini tak jarang menghadapi tantangan. Misalnya, susahnya penilaian barang hanya lewat foto atau keraguan pembeli terhadap barang yang ditawarkan.
(Wawancara dengan Pak Satrio di Pasar Triwindu pada Sabtu (26/4) / Dok. Ela) |
Ada juga salah satu pedagang bernama Satrio (50) yang menuturkan bahwa ia merupakan bagian dari penggerak Paguyuban Pedagang Pasar Triwindu untuk memanfaatkan kemajuan teknologi. Ia bercerita bahwa sudah sejak tahun 2000-an, ia telah memanfaatkan situs Blogger untuk menawarkan barang antik. Melalui usaha daring ini, Pak Satrio dapat menjangkau pasar lebih luas dan koneksi yang tersebar sampai ke manca negara. “Banyak yang minat karena orang tidak harus ke pasar sini, bisa beli barang lewat online, iya kan? Lihat foto, terus minta dikirim detailnya, deal, kirim,” papar Satrio.
Pasar Triwindu bukan hanya sebatas pasar tempat jual beli, tetapi juga tempat berbagi kisah masa lalu. Meski yang ditawarkan adalah barang lama, barang antik tetap memiliki pesonanya sendiri. Banyak pedagang masih memiliki semangat untuk bertahan di Pasar Triwindu dan menyimpan harapan besar agar peminat barang antik bertambah banyak. (Bilqis, Kia, Adila, Ela)
0 Komentar