(Penyerahan wayang secara simbolis oleh rektor Universitas Sebelas Maret kepada ketiga dalang yang akan membawa cerita “Pandhawa Mranata Bawana” pada Dies Natalis ke-49 Universitas Sebelas Maret di Pendapa R.Ng. Yasadipura, Jumat (9/5) / Dok. Dwiki) |
Lpmvisi.com, Solo – Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar pagelaran budaya wayang kulit dalam rangka memperingati Dies Natalis UNS yang ke-49, Jumat (9/5) pada pukul 20.00 WIB di Pendapa R.Ng. Yasadipura, PUI Javanologi UNS. Pertunjukan wayang kulit ini mengusung lakon Pandhawa Mranata Bawana dan berhasil memukau penonton dari kalangan mahasiswa hingga masyarakat umum.
Pagelaran wayang kulit ini dipimpin oleh dalang Ki Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., yang berkolaborasi dengan dua dalang muda, Ki Lucky Gusta Yoga, S.S. dan Ki Canggih Tri Atmojo, S.Sn. Lakon Pandhawa Mranata Bawana menceritakan perjuangan Pandawa dalam menata dunia demi menciptakan kedamaian.
“Cerita ini mengajarkan bahwa kejahatan pasti hancur oleh perbuatan baik. Harapannya, lulusan UNS dapat menjadi seperti Pandawa yang membangun dunia, bukan menghancurkan,” ujar Ki Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., dosen program studi Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Budaya UNS. Ia juga menekankan bahwa pagelaran wayang kulit merupakan sarana penting untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan kearifan budaya lokal kepada generasi muda.
Dalam menarik minat penonton muda, Ki Imam telah memodifikasi pementasan, mulai dari judul lakon yang baru, tata lampu, alunan karawitan, hingga penggunaan bahasa yang lebih variatif agar mudah dipahami oleh penonton, terutama mahasiswa UNS.
Tingginya antusiasme penonton dapat dilihat sepanjang pertunjukan. Chika Amanda Salsabila (19), mahasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS, juga menyatakan kekagumannya. “Ini pertama kali saya menonton wayang kulit. Sangat terkesan, apalagi alunan karawitannya menggelegar dan adegan pertarungan wayangnya sangat seru,” paparnya.
Azizan Ananda Salviano (20), mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS, juga menyampaikan pendapat serupa. “Saya kagum karena selain tontonan yang menarik, UNS juga menyediakan makanan tradisional gratis (angkringan). Ini pengalaman yang lengkap,” ujarnya. Sementara itu, Bima Kuncara Aji (20), menyoroti bagian cerita yang emosional. “Adegan kematian Hamsa Dimbaka dan Jarasandha sangat menyentuh dan sarat makna,” ungkapnya.
Para penonton berharap agar UNS dapat terus menggelar acara serupa secara rutin dan melakukan inovasi, seperti menambahkan terjemahan berjalan untuk memudahkan pemahaman bagi mereka yang kurang fasih Bahasa Jawa.
Pagelaran ini merupakan bentuk nyata komitmen UNS dalam melestarikan budaya Jawa dan memperkenalkan seni tradisional kepada generasi muda, khususnya mahasiswa UNS. “Wayang kulit ini harus terus hidup, dan UNS sudah membuktikan komitmennya dengan mengadakan acara ini dalam memperingati Dies Natalis UNS ke-49,” tutup Ki Imam. (Dwiki)
0 Komentar