Senin, 20 November 2023

Dinamika Pasar Triwindu, Perkembangan dari Masa ke Masa

(Kardjo, penjual barang yang ditemui tim LPM VISI di kiosnya/Dok. Diva, Mohan, Elfaraz)

Lpmvisi.com, Solo – Pasar Triwindu, sebuah pasar unik di pusat Kota Surakarta. Pasar ini berdiri sejak tahun 1939 sebagai peringatan 24 tahun masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII. Mulanya pasar ini menjual berbagai jenis barang pasar pada umumnya. Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tahun 1970, Pasar Triwindu berubah menjadi pasar yang berfokus untuk menjual barang antik layak jual. Pasar ini dulunya merupakan sebuah kandang kuda milik Mangkunegaran yang terletak di Jalan Diponegoro. Pada tahun 2008, pasar ini sempat mengalami renovasi yang tujuannya agar antar kios tidak saling berhimpitan. Selain itu, renovasi tersebut juga bertujuan untuk merubah arsitektur pasar agar sesuai dengan budaya Solo. 

Telah beroperasi selama 84 tahun menjadikan Pasar Triwindu sebagai pasar aktif tertua di Kota Surakarta. Pasar ini telah melalui berbagai perubahan hingga dapat berdiri hingga saat ini. Sebelumnya pasar ini menjual barang seperti suku cadang mobil dan motor, baju, tas, alat-alat pertukangan dan rumah tangga, majalah, koran, dan lain-lain. Kini seiring berjalannya waktu, pasar Triwindu hanya menjajakan barang-barang antik maupun barang-barang baru yang diproduksi dengan gaya antik. Perubahan ini memberikan dampak positif bagi perkembangan Pasar Triwindu. Pasar barang antik telah menjadi ciri khas dari pasar Triwindu, menjadikan pasar ini sebagai salah satu pasar unik serta memiliki sasaran konsumen tersendiri. 

Pasar Triwindu merupakan salah satu objek wisata kesenian menarik bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Mayoritas pengunjung Pasar Triwindu merupakan pengunjung yang memiliki ketertarikan pada barang-barang antik dan barang-barang seni. Di samping itu, banyak pula kalangan muda yang mengunjungi Pasar Triwindu untuk membeli barang, mengulas sejarah pasar, maupun hanya sekadar berfoto. Walaupun intensitas pengunjung di pasar tersebut tidak cukup padat, tetapi ada saja pelanggan yang membeli barang-barang tersebut setiap harinya. 

Salah seorang pemilik kios, Kiky (26), yang telah berjualan sejak tahun 2015 menyatakan antusiasme pengunjung dari tahun ke tahun cenderung meningkat pada bulan Agustus. “Kalau yang ramai itu dari mancanegara biasanya bulan Agustus, kalau bulan biasa sepi, masih ramai online,” tuturnya. Selain menjual melalui toko luring, Kiky juga menjual produk-produknya melalui toko daring. Pelanggannya pun bervariasi mulai dari anak muda, orang tua, masyarakat awam hingga penikmat barang antik. Tak semua barang yang dijual di kios “Kiky Antique & Retro Shop” merupakan barang antik. Sebagian merupakan barang baru yang didapatkan dari pelosok-pelosok desa maupun dari orang yang sengaja datang ke kios untuk menjual barangnya. Sehingga, selain barang-barang antik, tak ada perawatan khusus untuk barang-barang yang dijualnya. Target 

pasar dari produk-produk Kiky sendiri lebih ditujukan kepada penjual atau reseller, serta pemakai umum. 

Kios “Kiky Antique & Retro Shop” merupakan warisan keluarga yang berdiri sejak tahun 1997. Kiky sendiri merupakan generasi ke-4 dari usaha keluarganya. Pada tahun 2010 usaha ini mengalami perkembangan signifikan pada aspek interior kiosnya. Hal tersebut didukung dengan dibukanya toko daring pada tahun 2015, sehingga pelanggan kios semakin meningkat. “Zaman sekarang ndak mungkin cuma duduk nunggu pembeli datang apalagi dengan kondisi pasar yang seperti sekarang, kita yang harus jemput bola,kita cah enom yang paham teknologi harus pintar-pintar mencari cara supaya toko tetap laris, salah satunya ya dengan buka toko online,” jelas Kiky. Namun, kios Kiky sempat tutup selama tiga bulan akibat pandemi COVID-19 yang melanda saat itu. Hal tersebut membuat Kiky hanya mengandalkan penjualan melalui toko daring ketika pandemi. Kiky mengaku sejak pandemi aktivitas pasar semakin sepi dan berdampak pada intensitas penjualannya. 

Berbeda dengan Kiky, Kardjo, seorang pemilik kios di Pasar Triwindu yang aktif berjualan sejak tahun 1998 menyatakan bahwa pandemi COVID-19 kala itu tidak terlalu berdampak terhadap penjualannya. “Kalau dulu waktu pandemi kan pelanggan punya kontak saya, kalau mau beli tinggal difoto barangnya nanti dikirim lewat ekspedisi, jadi kalau bagi saya sama saja,” ungkapnya. Kardjo mengaku intensitas pelanggan di kiosnya tidak menentu, tetapi kegemarannya terhadap barang antik membuatnya tetap setia menggeluti bidangnya. 

Berawal dari hobi hingga menjadi bisnis. Kardjo melihat peluang pada hobi yang digelutinya. Barang-barang antik yang dijualnya merupakan barang yang benar-benar antik dan bukan merupakan barang barang copy maupun produksi ulang. Barang dengan kategori tersebut dapat diperjual belikan dengan nilai jual yang tinggi. Barang-barang antik yang dijual di kios Kardjo cukup bervariasi dan memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan. Kardjo mendapatkan barang-barang antik tersebut dari orang-orang yang datang ke kiosnya untuk menjual barang. Selain itu, barang antik yang dimiliki Kardjo juga berasal dari peninggalan kota-kota tua dan bekas kerajaan. Bangunan-bangunan tua tersebut berisi berbagai barang antik yang nantinya akan ia jual kembali. 


Tak semua barang yang ia dapatkan dalam kondisi baik, terkadang Kardjo perlu membersihkan barang-barang tersebut supaya layak jual. Kardjo biasanya membersihkan barang-barang tersebut dengan cara disikat secara berkala bergantung pada kondisi masing-masing barang. “Nek saya kira sing penting seneng sek to, kalau seneng kan kita ngerawate lebih enak,” ungkapnya. Pasar Triwindu buka setiap hari pada pukul 09:00-16:00 WIB. Fasilitas yang disediakan cukup memadai, antara lain meliputi toilet, area parkir, aula, ATM, kantor pasar, sarana bongkar muat, alat pemadam kebakaran, dan sarana kebersihan. Pada area sekitar pasar juga menjual aneka macam jajanan mulai dari jajanan pasar hingga jajanan kekinian. Area sekitar pasar ini cukup strategis. Dengan fasilitas dan berbagai macam kulinernya, pengunjung dapat menyamankan diri di area pasar. Memiliki sekitar 270 kios, Pasar Triwindu memungut biaya retribusi sebesar Rp7.500,00 untuk kios berukuran kecil, dan Rp15.000,00-Rp16.000,00 untuk kios berukuran besar. (Diva, Mohan, Elfaraz)

SHARE THIS

0 Comments: