Rabu, 30 November 2022

Menggeser Patriarki Menggelorakan Gender Equality

Ilustrasi (Dok. Internet)

  


Oleh: Yesyka Wahyu Leonyta


    Kesetaraan gender bukan hal yang baru untuk dibicarakan. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan, telah menjadi perjuangan bagi R.A Kartini sejak dulu. Beliau mendedikasikan hidupnya untuk melawan diskriminasi terhadap perempuan dan memajukan pemikiran kaum wanita pada masa itu. Namun, kesetaraan gender masih menjadi hal yang diperjuangkan, dituntut, diharapkan khususnya bagi kaum perempuan hingga saat ini. Mengapa? Karena adanya budaya mengikat yang biasa disebut dengan patriarki dalam kehidupan masyarakat.

    

    Budaya patriarki dapat dipahami sebagai penempatan posisi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Dimana kedudukan perempuan dianggap lebih rendah atau berada di bawah laki-laki. Mirisnya kepercayaan semacam ini masih saja melekat dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa patriarki merupakan budaya yang turun menurun dan terus dilanggengkan hingga sekarang. Hal ini lah yang menjadi alasan mengapa kesetaraan gender menjadi tujuan yang harus dicapai. 


    Langgengnya patriarki tersebut dapat dilihat pada anggapan bahwa mengurus rumah adalah tugas perempuan, sedangkan mencari nafkah adalah tugas laki-laki. Keduanya tidak boleh tertukar seakan sebuah peraturan yang baku. Itu terjadi karena perempuan dilabeli sebagai makhluk yang lembut, lemah, dan sensitif sedangkan laki-laki dipercaya lebih kuat dibandingkan perempuan. Dalam bidang pendidikan, patriarki dapat ditemukan pada beberapa orang yang meyakini bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena pada akhirnya akan menjadi Ibu rumah tangga. Padahal pada kenyataannya pendidikan juga penting bagi semua kalangan.


    Di sisi lain, kehadiran patriarki juga membawa dampak tersendiri. Kesempatan yang lebih sempit dibandingkan laki-laki, membuat perempuan sulit untuk berkembang. Ketika mencoba hal baru yang mungkin berbeda, akan muncul anggapan bahwa yang dilakukan bukanlah hal yang wajar bagi sosok seorang perempuan. Selain itu, patriarki juga berdampak pada munculnya diskriminasi bahkan pelecehan. Dimana laki-laki akan merasa lebih berkuasa di atas perempuan. Superioritas inilah yang bisa jadi disalahgunakan untuk melakukan tindakan semena-mena pada perempuan. 


    Tidak hanya pada perempuan, laki-laki tentu saja merasakan dampak dari budaya yang terus mengikat ini. Anggapan bahwa laki-laki harus manly, tidak boleh menangis, dan sebagainya terus saja melekat dalam masyarakat. Ditambah lagi dengan beberapa orang yang meyakini bahwa laki-laki harus melakukan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan perempuan. Padahal, mungkin saja sebagian dari mereka mempunyai pilihan tersendiri dalam hal pekerjaan. Stereotip semacam itulah yang menjadi penghambat ide-ide baru dan kreativitas untuk tumbuh.


    Seiring dengan perjuangan meraih gender equality dari masa ke masa, perlahan semakin terlihat kesadaran masyarakat akan kesetaraan. Meskipun belum sepenuhnya, sebagian dari para influencer mulai meyuarakan pentingnya kesetaraan gender. Di sisi lain, banyak juga ditemukan para laki-laki berprofesi sebagai fashion designer yang menjadi hal lumrah dalam kehidupan modern. Dalam berbagai platform media sosial seperti Youtube dan Instagram, masyarakat Indonesia juga mulai memahami serta secara perlahan menggeser pemikiran patriarki. 


    Pada pandemi COVID-19, perempuan juga memiliki peran dalam menghadapinya. Data memperlihatkan bahwa dari sekian banyak perawat kesehatan di Indonesia yang menangani COVID-19, terdapat jumlah perempuan sebanyak 71% dan laki-laki sekitar 29%. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tenaga kesehatan global. Menurut WHO, pada kalangan kesehatan global pekerja 70% adalah perempuan dan 30% adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan kontribusi sebenarnya dari perempuan dalam respons Indonesia terhadap pandemi COVID-19.


    Belakangan ini, isu kesetaraan gender juga kembali digaungkan. Co-Chair W20 Indonesia Dian Siswarini mengungkapkan bahwa salah satu dari empat prioritas isu yang diusung W20 dalam Presidensi G20 di Indonesia adalah isu kesetaraan gender. Prioritas isu yang diusung tersebut adalah diskriminasi dan kesetaraan, dukungan UMKM yang dimiliki dan dikelola oleh perempuan, meningkatkan ketahanan perempuan pedesaan dan penyandang disabilitas, serta yang terakhir yaitu terkait akses fasilitas kesehatan yang adil secara gender. 



    Kesetaraan memang harus diperjuangkan, khususnya terkait gender. Meskipun sulit, akan tetapi patriarki bukan hal yang harus dilestarikan. Bisa dibayangkan apabila kesetaraan telah tercapai akan membawa dampak pada kemajuan. Perempuan dan laki-laki dapat menyalurkan kemampuan yang dimiliki dalam berbagai bidang tanpa harus khawatir dengan pandangan masyarakat. Banyak ide baru yang muncul dalam berbagai bidang pekerjaan, dan lain sebagainya. 


    Untuk mencapai kesetaraan gender, tentu saja ada upaya-upaya yang harus dilakukan. Dalam dunia kerja misalnya dengan adanya kesetaraan gaji, mengurangi atau mencegah tindak pelecehan di tempat kerja, serta tidak membedaan perempuan dan laki-laki dalam hal kepemimpinan. Pada bidang lain, upaya yang dapat dilakukan yaitu menurunkan tingkat diskriminasi berdasarkan gender, pelayanan umum dan kebijakan publik yang mengutamakan kesetaraan, akses kesehataan yang berdasarkan keadilan gender, serta mempromosikan isu kesetaraan itu sendiri.


    Upaya-upaya dalam mencapai gender equality harus dimulai dari diri sendiri. Lapisan masyarakat terdiri dari berbagai sudut pandang. Akan sangat sulit jika memaksa mereka dengan pemikiran yang baru. Dengan demikian, kesadaran akan kesetaraan diawali dari setiap individu. Berawal dari satu atau dua orang yang menyuarakan terkait hal ini, maka masyarakat akan sadar betapa pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan sosial.


SHARE THIS

0 Comments: