Jumat, 29 Juli 2022

Aku, Kakek, dan Secuil Sejarah


Dok. Internet


Oleh: Ajeng Kartika Saraswati

Kalau menginap di rumah kakek, pasti ada saja hal menarik yang aku dapatkan. Seperti pagi ini, kakek sudah siap di halaman rumah dengan sepatu boots hitam mengkilap. Janjinya kemarin, kami akan pergi menjelajah hutan kecil tak jauh dari rumah kakek. Kata kakek disana ada gua unik yang tak banyak orang tahu.

Selagi kakek menghidupkan mesinnya, aku memperhatikan penghuni rumah sebelah yang sibuk membakar dedaunan kering. Dahiku mengernyit membau asap pembakaran itu.

“Kek, kenapa sih dia suka sekali membakar dedaunan kering? Asapnya sangat menganggu hidungku. Kan aku jadi tidak bisa bernapas dengan lega!” protesku pada kakek sambil menutup hidung.

“Kayla, tahu tidak? Asap pembakaran seperti itu dulu sangat berguna loh!” ucap kakek, mulai menjalankan mobil kejalanan berbatu.

“Bagaimana bisa?” tanyaku tak percaya

“Oiya, tentu! Sebelum manusia mengenal huruf, mereka berkomunikasi menggunakan symbol symbol tertentu. Nah asap itu ketika dikipasi akan terbentuk potongan asap yang menjadi serangkaian symbol komunikasi. Orang dari jarak cukup jauh bisa mengenali kode itu. Jadi kalau ada bahaya dan tidak memungkinkan untuk berteriak, Kayla cukup membakar dedaunan saja dan membentuk asapnya sedemikian rupa dengan kipas.”

“Ohh begitu yaaa. Wah, terima kasih Kek, Kayla sekarang jadi tahu!” ungkapku senang.

Usai percakapan itu, aku dan kakek memilih mendengarkan lagu lagu di radio dan membicarakan indahnya pemandangan yang kami lewati. Perjalanan menuju hutan kecil itu tak memakan waktu lama. Kira kira tiga putaran lagu di radio, kami sudah sampai di hutan itu.

“Mana guanya, Kek???” tanyaku tak sabar.

“Ada dibalik semak semak itu, tunggu sebentar ya kita akan jalan kesana bersama” tunjuk kakek sembari menurunkan tas ransel.

Kakek menggengam tanganku berjalan menuju gua unik itu. Hanya perlu menyibak semak semak lebat penuh bunga, mulut gua yang dimaksud kakek langsung terlihat. Tak menunggu lama aku langsung menyalakan senter dan berjalan menyusuri tangga batu menuju dasar gua. Sepanjang jalan, kulihat banyak gambar gambar juga simbol simbol aneh yang tak pernah kulihat. Terasa sedikit mistis. Bagaimana jika ada orang yang masih tinggal di gua ini lalu menyerangku dan kakek?

Seakan bisa membaca pikiranku, kakek menyeletuk “Tenang gua ini sudah tidak ada penghuninya. Mereka sudah punah jutaan tahun yang lalu.”

Aku tertawa dan karena penasaran menimpali “Mengapa mereka membuat lukisan lukisan aneh di dinding gua ini, Kek?”

Kakek berpikir sejenak. Kemudian menjawab, “Sama seperti tadi, mereka membuat simbol ini untuk berkomunikasi. Dulu mereka belum paham apa itu alfabet. Yang mereka tahu adalah benda benda yang menyangkut kepercayaan mereka. Nah, benda benda inilah yang mereka jadikan simbol.”

“Apa simbol simbol ini hanya ditulis di dinding gua kek? Kalau mereka sedang pergi kan repot kalau lupa yang mereka tulis. Sekarang kan ada notes di handphone jadi kalau lupa bisa tinggal buka lagi. Kalau mereka gimana?” tanyaku lagi.

“Dalam perkembangannya, mereka tidak hanya menulis di dinding gua, Kayla. Mereka mulai mencoba menulis di atas lempengan kayu dan batu. Dua media ini sifatnya lebih mudah untuk dipindahkan. Tapi tulisan diatas batu sendiri sulit ditemui para ilmuwan karena bahannya yang tidak tahan lama, kayu mudah lapuk. Begitu, Kayla,” kata Kakek sambil mengelus kepalaku.

“Wah keren ya Kek! Orang orang jaman dulu berarti kreatif sekali ya!”

Mendengar celetukanku Kakek tertawa keras.

“Oiya, Kayla! Dari lempengan batu dan kayu, kemudian mulai muncul tulisan diatas kulit pohon dan lontar. Dua media ini kemudian menginspirasi penemuan kertas,” ucap Kakek, nampaknya baru ingat.

“Ooohh ternyata begitu. Benar kata kakek, gua ini benar benar unik! Tapi disini terlalu gelap, Kek. Aku sedikit takut. Bagaimana kalau kita Kembali saja? Aku juga lapar. Pasti nenek sudah memasak makanan yang lezat!” ucapku sambil mengarahkan senter ke mulut gua.

“Baiklah kalau begitu. Kakek juga lapar. Kita tadi terburu buru sih, jadi belum sempat sarapan,” Kakek mengiyakan permintaanku.

Saat Kembali ke mobil, ekor mataku menangkap lembaran koran di jok belakang. Karena penasaran, kuambil koran itu.

“Kek, kek, kalau koran seperti ini kan dicetak, nah kapan pertama kali manusia mempunyai ide untuk membuat cetakan diatas kertas??” tanyaku pada kakek.

“Hmmm begini Kayla,” Kakek mengawali sambil fokus menyetir mobil, “Dulu di tahun 200, Dinasti Yuan di Cina memulai sejarah percetakan dengan Woodblock Printing. Perlu Kayla tahu block printing itu teknik mencetak teks, gambar, atau pola yang digunakan di wilayah Asia Timur. Awalnya teknik ini digunakan untuk mencetak pakaian dan surat. Dari situ, akan berkembang teknik percetakan. Dari awalnya yang sulit dipindahkan, menjadi lempengan yang mudah dipindah, dan pada akhirnya Kayla dan kakek bertemu dengan teknologi yang namanya printer,” jelas Kakek.

“Wahhh begitu ya, Kek. Lama juga ya sejak tahun 200. Sekarang saja sudah 2022. Hahahaha,” tawaku, “Wah memang perkembangan teknologi komunikasi itu sangat menarik ya, Kek.

“Iyaa benar, Kayla! Kayla sendiri apakah tertarik untuk belajar ilmu komunikasi?” tanya Kakek.

“Hmm sepertinya iya besok kalau Kayla sudah besar. Tapi kalau sekarang Kayla tertarik buat makan sup ayam buatan nenek! Hahahaha.”

Perjalanan pulangku dan kakek menuju rumah dipenuhi cerita cerita seru tentang sejarah komunikasi. Ah, senang sekali! Berkunjung ke rumah kakek akan selalu jadi hal yang kutunggu tunggu!



SHARE THIS

0 Comments: