Sabtu, 27 Juni 2015

Tayangan Sinetron di Indonesia, Minim Penonton dan Pesan Moral

Setelah membuminya drama Korea dalam pertelevisian Indonesia, pertengahan tahun 2014, Indonesia kembali diguncang dengan kemunculan drama-drama manca yang kali ini berasal dari India. Dengan mengangkat kisah yang memiliki kemiripan dengan kisah wayang yang menjadi salah satu budaya Jawa. Mahabarata dengan mudahnya menarik beribu-ribu pasang mata masyarakat Indonesia untuk menonton tayangan tersebut. Bukan tanpa alasan ketika daya tarik Mahabarata begitu memikat penonton dari segala kalangan. Tak hanya dari pemainnya yang dapat dikatakan “sangat pas,setting dari Mahabarata digambarkan cukup nyata di tambah dengan pesan moral yang selalu dapat dipetik dari setiap episodenya. Banyaknya jumlah episode yang mencapai 230 episode, tak lantas membuat pecintanya bosan untuk menontonnya.
Tak cukup sampai di sini, melihat antusiasme penonton yang cukup tinggi, beberapa stasiun televisi swasta bahkan berlomba-lomba menayangkan berbagai judul drama India. Mahadewa, Jodha Akbar, Navya dan juga Shakuntala, beberapa waktu lalu menjadi bukti mulai menjamurnya drama India di Indonesia setelah melihat rating yang tinggi pada tayangan Mahabarata yang muncul terlebih dahulu. Didukung dengan jam tayang yang tepat, yaitu pada pukul 18.00-23.00 WIB, mayoritas masyarakat menonton drama-drama manca yang diputar non-stop oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Saat ini, drama-drama India dengan judul Ashoka, Abad Kejayaan, Baalveer dan Cinta di Langit Taj Mahal menjadi tayangan baru yang menarik perhatian masyarakat.
Menjadi sebuah ironi ketika tak banyak masyarakat Indonesia yang menyukai tayangan-tayangan hasil karya anak bangsa, mengingat bahwa drama tak berbeda jauh dengan sinetron. Mengapa bisa demikian?
Pertanyaan ini mungkin akan mudah untuk dijawab oleh mereka para pecinta drama manca. Sebenarnya tak menjadi persoalan berat ketika mereka tak memiliki ketertarikan dengan tayangan sinetron dalam negeri. Semua akan kembali kepada hak mereka untuk memilih. Entahlah, dalam setiap kemunculannya, sinetron baru di Indonesia cukup memiliki rating yang tinggi, namun, seolah bersikap “arogan,” sinetron-sinetron ini terus berlanjut hingga beratus-ratus bahkan beribu-ribu episode dengan alur cerita yang semakin rumit dan tak jarang “menyimpang” dari judulnya. Parahnya lagi, bahkan pemeran utama dalam sinetron tersebut pun sudah “enyah” dari setiap adegan di sinetron tersebut alias udah bosen syuting—mungkin.
Sebenarnya, perkara jumlah episode yang banyak dan alur cerita yang menyimpang serta rumit bukan menjadi faktor utama tenggelamnya kejayaan sinetron dalam negeri. Kurang adanya pesan moral yang dapat dipetik oleh penonton menjadi sebab utama kurangnya minat untuk menyaksikan sinetron-sinetron tersebut. Pesan moral menjadi suatu hal yang dinilai penting untuk setiap tayangan di Indonesia. Untuk setidaknya mampu memberikan pembelajaran mengenai kehidupan kepada para khalayaknya. Sebuah pesan moral mampu memberikan manfaat tak hanya pada penonton,namun juga kepada tim produksi sinetron itu sendiri.

Untuk itu, tak hanya berharap akan kemajuan dan perkembangan tayangan-tayangan sinetron di Indonesia, kualitas dari alur cerita dan pesan moral yang akan di sampaikan diharapkan mampu bersaing dengan drama-drama manca, sehingga masyarakat pun turut berbangga dan mampu mengangkat kembali kejayaan sinetron yang pernah ada. Juga dapat membuktikan kepada seluruh dunia karya anak bangsa yang bermutu, bermoral dan tetap memegang teguh nilai-nilai budaya bangsa di kancah dunia. (Salma Fenty Irlanda)

SHARE THIS

0 Comments: