Senin, 25 November 2013

Eksistensi Wanita dalam Keseteraan Gender


Oleh: Chairunnisa Widya Priastuty 


Wanita yang lahir pada tanggal 21 April 1879, terlahir dengan nama R.A Kartini merupakan tokoh perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang sering bahkan banyak sekali diabaikan ketika masa penjajahan Belanda berlangsung di Indonesia sekitar tahun 1891. Keadilan dan kesetaraan hanyalah sebuah harapan. Derajat perempuan dianggap tidak seberapa dibanding derajat laki-laki. Dunia pendidikan pun tidak dapat dienyam oleh kaum perempuan karena alasan status sosial perempuan pribumi yang dianggap rendah. Melihat kenyataan ini Kartini memiliki semangat dan tekad bulat untuk mengentaskan diskriminasi yang dialami oleh kaum perempuan pribumi pada waktu itu. Karena perjuangan Kartini-lah kaum perempuan pribumi mendapat tempat dalam kehidupan. Perjuangan Kartini tidak sia-sia karena dari perjuangannya-lah perempuan pribumi dapat keluar dari belenggu yang mengikat kaum perempuan selama bertahun-tahun dengan anggapan bahwa wong wedok iku gaweane ning pawon. Kartini beranggapan bahwa kaum perempuan juga perlu dan butuh pendidikan. Tidak hanya kaum lelaki saja yang boleh pintar, kaum perempuan pun juga boleh pintar. Lepas dari itu semua, kaum perempuan memang seharusnya pintar agar tidak mudah dibohongi.

            Perjuangan Kartini sangat bisa kita rasakan manfaatnya hingga saat ini. Hak-hak perempuan diakui dan kesetaraan gender pun sudah mulai banyak dirasakan. Mengingat sekarang adalah era globalisasi yang tak dapat dipungkiri bahwa perempuan dituntut untuk menjadi seorang yang independen di mana tidak hanya bergantung pada laki-laki saja. Jika dahulu kita tidak mempunyai pahlawan seberani R.A Kartini dalam memperjuangkan kaum perempuan, dapat dipastikan bahwa saat ini pasti tidak ada perempuan yang melanglang buana mengejar dan mencoba menggapai harapan yang pastinya ditentang habis-habisan oleh budaya dan tradisi ketika itu. Dewasa ini banyak sekali perempuan yang mempunyai jenjang karier yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Banyak perempuan yang berhasil menduduki tempat tertinggi dalam suatu perusahaan misalnya sebagai presiden direktur, bahkan dalam dunia pendidikan pun sudah banyak perempuan yang menempati posisi tinggi yaitu sebagai kepala sekolah. Profesi-profesi yang sarat dengan kaum lelaki pun saat ini sudah tidak menjadi persoalan ketika profesi itu dikerjakan oleh kaum perempuan.
Kembali lagi kepada masalah keseteraan gender yang sudah dicapai pun tidak cukup. Kata keseteraan masih saja belum dapat diresapi dengan baik oleh kaum lelaki bahkan pada kaum perempuan itu sendiri. Banyak kasus KDRT yang dilakukan dalam rumah tangga dan hampir semua korban dalam kasus itu adalah perempuan. Dalam rumah tangga pun ternyata banyak kaum lelaki yang lupa akan adanya hak-hak perempuan yang seharusnya diakui, bukannya diabaikan. Meskipun seorang lelaki tetap menjadi kepala rumah tangga, bukan berarti seorang perempuan harus tunduk kaku dengan aturan permainan yang berbau otoriter yang telah dibuat oleh seorang lelaki sebagai suami. Perempuan juga punya suara, punya aspirasi yang perlu didengarkan. Sebagai seorang suami dan istri seharusnya saling melengkapi, bukannya menindas satu pihak atau bahkan saling menindas satu sama lain. Inilah yang sebenarnya dimaksud dengan kesetaraan gender, hak-hak antara laki-laki dan perempuan sama-sama penting dan sama-sama diperhatikan serta tidak adanya otoritas yang dibuat untuk saling menindas satu sama lain. Tetapi di sisi lain, masih banyak pula kesetaraan gender yang disalahartikan oleh kaum perempuan.Terkadang kaum perempuan juga lupa akan kodratnya. Dimana kaum perempuan dalam rumah tangga seharusnya menjadi ibu rumah tangga yang baik, justru sibuk mengejar karier dan melupakan pekerjaan rumah yang seharusnya sudah menjadi kewajiban dirinya dalam mengurus rumah tangga, khususnya suami dan anak-anak. Inilah yang menjadi permasalahan jika kebebasan, persamaan hak, dan kesetaraan gender disalahartikan oleh kaum perempuan. Dalam implementasinya pun akan membuat perempuan mempunyai rasa independen yang terlalu tinggi yang justru membuat seorang perempuan lupa akan kewajiban dirinya dan hanya mengejar dan mempertahankan haknya tanpa memperdulikan kewajibannya. Sebagai ibu rumah tangga yang baik sudah menjadi kewajiban utama, sedangkan sebagai wanita karier adalah sebuah poin plus di mana hak seorang wanita dapat dijalankan dengan baik pula. Seorang perempuan dianggap gagal menjalankan perannya ketika ia tidak berhasil menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik meskipun dirinya berhasil dalam kariernya.

Kita sadari bahwa di era global seperti saat ini masih banyak kasus penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Kita sebagai kaum perempuan generasi penerus bangsa, mari kita teruskan perjuangan R.A Kartini dengan belajar sungguh-sungguh memajukan bangsa dan menggunakan hak-hak kita sebagaimana mestinya tanpa melupakan kodrat kita sebagai perempuan yang harus menghargai dan menghormati laki-laki yang kelak menjadi kepala rumah tangga meskipun keseteraan gender dan persamaan hak sudah diakui. Karena bukan berarti keseteraan gender tersebut mengajarkan kepada kita, kaum perempuan, untuk menginjak-injak harga diri laki-laki, tetapi kesetaraan dan persamaan hak tersebut hanyalah cambuk bagaimana eksistensi diri kaum perempuan diakui dan tidak disepelekan oleh kaum laki-laki.

SHARE THIS

0 Comments: