Tanggal rilis: 17 Oktober 2025 (Amerika)
Sutradara: Scott Derrickson
Durasi: 1 j 54 m
Genre: Horor, Thriller
Produser eksekutif: Ryan Turek, Adam Hendricks, Joe Hill
Lpmvisi.com, Solo – Black Phone 2 kembali menghadirkan dunia horor dengan nuansa yang lebih gelap dan lebih emosional. Disutradarai oleh Scott Derickson, film berdurasi 114 menit ini membawa penonton ke visual yang dingin, suram, dan penuh atmosfer mencekam khas horor supernatural, dengan banyak adegan yang berbaur antara mimpi, kenangan, dan realitas yang terdistorsi.
Empat tahun setelah Finney Blake (Mason Thames) selamat dari penyiksaan The Grabber, hidupnya masih dihantui trauma. Sementara itu, adiknya Gwen (Madeleine McGraw) mulai menerima panggilan misterius melalui telepon hitam di dalam mimpinya, serta melihat visi tiga anak laki-laki yang dibuntuti di sebuah perkemahan musim dingin bernama Alpine Lake. Seiring semakin jelasnya visi tersebut, keduanya menyadari bahwa mereka harus menghadapi kembali sosok yang dulu hampir merenggut nyawa Finney—seorang pembunuh yang kini justru lebih berkuasa setelah mati.
The Grabber (Ethan Hawke), sebagai antagonis utama, dihadirkan dengan cara yang berbeda dari film pertama. Jika dulu ia adalah sosok fisik yang mengintimidasi dan brutal, di film ini terornya justru meningkat karena ia hadir sebagai entitas supernatural yang tak lagi terikat tubuh. Dalam bentuknya yang baru, sang sutradara film mengatakan bahwa kekuatan The Grabber di film ini menyerupai “Freddy Krueger”—lebih angker, lebih menyeramkan, dan menjadi ancaman yang tampaknya tak terhentikan.
The Grabber dapat memasuki mimpi, mengganggu lewat telepon hitam, dan menembus batas antara kenyataan dan alam gaib. Ethan Hawke kembali memerankan sosok ini dengan intensitas yang tetap kuat meskipun kehadirannya kini lebih metafisik. Lewat suara, gerak tubuh, dan kehadiran visual yang terasa seperti bayangan atau gema masa lalu, Hawke berhasil mempertahankan aura menakutkan yang menjadi ciri khas The Grabber.
Film ini membawa penonton masuk ke struktur maju–mundur yang terhubung melalui mimpi, kilas balik, dan potongan peristiwa yang tampaknya berjalan bersamaan. Bagian awal memang terasa lambat karena fokus pada trauma Finney dan penglihatan Gwen yang berulang, tetapi potongan-potongan itu perlahan membentuk satu gambaran besar tentang misteri di Alpine Lake.
Sinematografi dalam film ini menjadi salah satu kekuatan utamanya. Pär M. Ekberg membangun visual yang dipenuhi nuansa biru pucat, abu-abu, dan warna dingin yang mempertegas latar musim dingin serta rasa kesepian karakter-karakternya. Adegan mimpi dirancang dengan gaya seperti rekaman lama berbutir kasar, membuatnya terasa seperti kenangan yang rusak atau potongan film yang hilang. Efek ini memberi kesan bahwa penonton tidak hanya melihat mimpi, tetapi ikut terjebak dalam dimensi yang sama dengan Gwen. Adegan di phone booth, misalnya, menjadi salah satu yang paling memikat secara visual, karena penggunaan kamera yang berputar dan atmosfer yang seolah dipenuhi jiwa-jiwa yang hilang.
Meski begitu, Black Phone 2 bukan tanpa kekurangan. Pacing awal dapat terasa terlalu lambat bagi sebagian penonton, terutama ketika menyiapkan konflik emosional Gwen dan trauma Finney. Beberapa bagian juga terasa berat oleh eksposisi yang memerlukan perhatian ekstra untuk dipahami. Tidak semua misteri dijelaskan secara tuntas, sehingga penonton mungkin akan merasa ada bagian yang sengaja dibiarkan menggantung. Namun, keputusan untuk mempertahankan misteri The Grabber ini sejatinya selaras dengan pilihan kreatif sutradara, yang percaya bahwa kejahatan yang terlalu dijelaskan justru kehilangan daya horornya.
Black Phone 2 adalah sekuel yang cukup ambisius: bukan hanya meneruskan teror fisik dari film pertama, tetapi memperluas dunia horornya ke ranah mimpi dan supranatural. Dengan visual yang kuat, atmosfer yang menekan, dan kehadiran The Grabber yang tetap menghantui, film ini menawarkan pengalaman horor yang lebih emosional, lebih simbolis, dan tetap efektif dalam membangun ketegangan. Meski memiliki beberapa kelemahan, Black Phone 2 tetap menjadi tontonan menarik bagi penonton yang menyukai horor psikologis dan cerita yang menggabungkan rasa takut dengan emosi yang mendalam. (Ammara)
Perusahaan produksi: Blumhouse Productions, Crooked Highway
0 Komentar