Suasana Bincang Buku "Siasat Mengemas Nikmat" pada
(02/04/2019) di Ruang Seminar FISIP UNS. (Dok. VISI/Dhania)
|
Lpmvisi.com, Solo - “Iklan itu bisa dijadikan
bukti fakta sejarah gaya hidup,” begitulah pembuka yang
diucapkan oleh Bedjo Riyanto pada bincang buku “Siasat Mengemas Nikmat”, Rabu (02/04/2019). Bincang buku tersebut dilaksanakan di ruang seminar FISIP dengan antusiasme tinggi
dari persertanya, terlihat dari jumlah kursi yang hampir tak tersisa di ruangan
tersebut.
Acara
Bincang Buku Siasat Mengemas Nikmat merupakan acara bedah dan diskusi dari buku yang
berjudul sama, yaitu “Siasat Mengemas Nikmat (Ambiguitas Gaya Hidup Dalam Iklan Rokok Di Masa
Hindia Belanda Sampai Pasca Orde Baru 1925-2000)”. Acara bincang buku ini menghadirkan langsung
penulisnya, yaitu Bedjo Riyanto
sebagai salah satu pembicara bersama dengan Kepala Prodi Ilmu Komunikasi FISIP
UNS, Sri Hastarjo sebagai pembicara kedua. Acara ini dimoderatori oleh Albertus Rusputranto, salah satu dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Sekitar
pukul 10.00 WIB acara dimulai dan berlangsung dengan lancar. Sesi awal dibuka oleh Bedjo
yang menceritakan sekilas mengenai iklan rokok dan bagaimana pendekatannya
disampaikan dalam buku tersebut. Bedjo
menyampaikan beberapa hal seperti mengenai bagaimana peran serta keadaan sosial dan politik dalam aspek pembuatan iklan-iklan tersebut.
Bedjo
mengungkapkan pada zaman Hindia Belanda iklan rokok merupakan penggambaran mengenai harmonisasi yang diinginkan
oleh pembuatnya. Sementara itu setelahnya, rokok pada zaman revolusi banyak
mengangkat semangat nasionalisme. “Pada pemerintahan Habibie
pada tahun 1999-2000 dilarang iklan rokok, ya tapi aturannya banci,
yang dilarang iklannya bukan produsennya,” ungkap Bedjo
mengungkapkan asal mula pelarangan munculnya rokok di iklan rokok itu sendiri.
Selanjutnya
Sri hastarjo yang akrab dipanggil Has mengungkapkan bahwa iklan itu sendiri
berfungsi menyemai suatu pesan. “Iklan itu menyemai ideologi,
tidak hanya mengenalkan produk-produk. Hal
ini yang biasanya dibongkar dengan analisis semiotika,”
ujarnya menambahkan.
Diskusi
berjalan dengan baik dan kesempatan tanya jawab sukses disikat oleh para
penanya. Pertanyaan pertama dari Yogi, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015
menanyakan peran wanita sebagai yang diiklankan, dan juga dari Niken, mahasiswa
pasca sarjana Ilmu Komunikasi tentang perempuan yang menjadi sasaran rokok tersebut. Bedjo
menjawab bahwa perempuan sendiri banyak ikut diiklankan menjadi iklan rokok
namun hanya berporsi sebagai pendamping bukan sebagai sasaran utama. Sejalan
dengan itu, Has juga menyampaikan bahwa beberapa iklan rokok ada yang masih
mengeksploitasi perempuan.
0 Comments: