Rabu, 03 April 2019

Bincang Iklan Rokok Kemas Gaya Hidup

Suasana Bincang Buku "Siasat Mengemas Nikmat" pada (02/04/2019) di Ruang Seminar FISIP UNS. (Dok. VISI/Dhania)
Lpmvisi.com, Solo - Iklan itu bisa dijadikan bukti fakta sejarah gaya hidup,” begitulah pembuka yang diucapkan oleh Bedjo Riyanto pada bincang buku Siasat Mengemas Nikmat”, Rabu (02/04/2019). Bincang buku tersebut dilaksanakan di ruang seminar FISIP dengan antusiasme tinggi dari persertanya, terlihat dari jumlah kursi yang hampir tak tersisa di ruangan tersebut.

Acara Bincang Buku Siasat Mengemas Nikmat merupakan acara bedah dan diskusi dari buku yang berjudul sama, yaitu Siasat Mengemas Nikmat (Ambiguitas Gaya Hidup Dalam Iklan Rokok Di Masa Hindia Belanda Sampai Pasca Orde Baru 1925-2000). Acara bincang buku ini menghadirkan langsung penulisnya, yaitu Bedjo Riyanto sebagai salah satu pembicara bersama dengan Kepala Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, Sri Hastarjo sebagai pembicara kedua. Acara ini dimoderatori oleh Albertus Rusputranto, salah satu dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Sekitar pukul 10.00 WIB acara dimulai dan berlangsung dengan lancar. Sesi awal dibuka oleh Bedjo yang menceritakan sekilas mengenai iklan rokok dan bagaimana pendekatannya disampaikan dalam buku tersebut.  Bedjo menyampaikan beberapa hal seperti mengenai bagaimana peran serta keadaan sosial dan politik dalam aspek pembuatan iklan-iklan tersebut.

Bedjo mengungkapkan pada zaman Hindia Belanda iklan rokok merupakan penggambaran mengenai harmonisasi yang diinginkan oleh pembuatnya. Sementara itu setelahnya, rokok pada zaman revolusi banyak mengangkat semangat nasionalisme. “Pada pemerintahan Habibie pada tahun 1999-2000 dilarang iklan rokok, ya tapi aturannya banci, yang dilarang iklannya bukan produsennya,” ungkap Bedjo mengungkapkan asal mula pelarangan munculnya rokok di iklan rokok itu sendiri.

Selanjutnya Sri hastarjo yang akrab dipanggil Has mengungkapkan bahwa iklan itu sendiri berfungsi menyemai suatu pesan.Iklan itu menyemai ideologi, tidak hanya mengenalkan produk-produk. Hal ini yang biasanya dibongkar dengan analisis semiotika,” ujarnya menambahkan.  

Diskusi berjalan dengan baik dan kesempatan tanya jawab sukses disikat oleh para penanya. Pertanyaan pertama dari Yogi, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 menanyakan peran wanita sebagai yang diiklankan, dan juga dari Niken, mahasiswa pasca sarjana Ilmu Komunikasi tentang perempuan yang menjadi sasaran rokok tersebut. Bedjo menjawab bahwa perempuan sendiri banyak ikut diiklankan menjadi iklan rokok namun hanya berporsi sebagai pendamping bukan sebagai sasaran utama. Sejalan dengan itu, Has juga menyampaikan bahwa beberapa iklan rokok ada yang masih mengeksploitasi perempuan.

Selain dari beberapa penanya, ada pula masukan mengenai sampul buku yang dinilai masih kurang. Kabut, salah satu peserta diskusi memberikan pesan bahwa sebenarnya pemerintah mendukung rokok, terlihat dari buku-buku anak sekolah yang biasanya mengaitkan peran ayah yang berhubungan dengan rokok.Contoh dalam buku hitung, anak pergi membeli rokok dengan uang sekian berapa rokok yang didapat?” ujarnya. (Dhania)

SHARE THIS

0 Comments: