Kamis, 06 April 2017

Kendeng dan Seruan dari Kota Bengawan

Lukisan Sosok Bu Patmi dan Kartini Kendeng (Dok. VISI/Muthi)

Public  Space 3 FISIP UNS menjadi saksi bisu seruan Solo untuk Kendeng. Dalam acara Kartini Kendeng: Ruwatan Giribawono pada Rabu (5/4/2017), beragam kelompok dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun organisasi pergerakan mahasiswa berkumpul dan melebur menyuarakan Kendeng Lestari. Beberapa di antaranya ialah Kampungnesia, SATUNAMA, Jejer Wadon, Guyub Bocah, HMI dan PMII cabang Surakarta, BEM FISIP UNS, dan Forum Rakyat Peduli Gunung Lawu.

Pukul 13.30 siang, satu persatu peserta mulai hadir, alunan lagu-lagu karya Sisir Tanah menyambut peserta dan terus mengiringi hingga akhir acara. Di sisi depan forum, nampak tiga lukisan buatan Dewi Candraningrum, salah satunya ialah lukisan sosok Bu Patmi, warga Kendeng yang meninggal dunia saat melakukan aksi tanam kaki dalam semen. Aksi tersebut dilakukannya sebagai upaya penolakan pembangunan pabrik Semen. Selain itu, peserta juga diajak hanyut dalam bacaan beberapa puisi. Suasana dalam forum dibuat sedemikian rupa untuk menghadirkan narasi perjuangan Kendeng.

“Sebenarnya hari ini kita cukup terlambat mendiskusikan Kendeng, karena sudah banyak teman-teman lain yang memeperjuangkannya. Namun harapan besar kegiatan ini ialah, agar kita bisa mengurai bersama problema apa yang terjadi, dan memberi dukungan atau rekomendasi yang bisa kita sarankan kepada pihak-pihak terkait,” ungkap Siti Zunariyah, salah satu dosen Sosiologi FISIP UNS yang juga tergabung dalam Kampung Nesia saat mengawali acara.

Persoalan Kendeng bukan persoalan yang serta merta terjadi kemarin dan hari ini. Maria Suciana, salah satu perwakilan dari SATUNAMA  mengatakan, “Saya cukup terkejut dengan sebuah kertas besar yang dimiliki oleh negara kita yang kemudian disebut sebagai rencana pembangunan beberapa puluh tahun kemudian. Di kertas itu begitu mudahnya dipetakan tempat-tempat seperti, di sini ada minyak, di sini ada batu bara, dan lain-lain. Persoalan Kendeng apakah begitu serta merta menjadi persoalan yang baru dimulai satu dua tahun kemarin, bukankan itu juga bisa dimulai dalam periode waktu yang jauh ke belakang,” ujar Maria dalam kesempatannya berbicara.
https://pbs.twimg.com/media/C8pp-uSUAAAoeTu.jpg
Siti Zunariyah saat membuka acara (Dok.@Kampungnesia /https://twitter.com/kampungnesia)


Satu persatu perwakilan dari LSM maupun organisasi pergerakan mahasiswa  yang hadir kemudian diminta untuk menyampaikan sikap dan pendapat mereka terkait konflik pembangunan pabrik semen di Kendeng, dan semua selaras menyatakan penolakannya. Yunanto Sutyastomo, perwakilan dari Balai Soedjatmoko melihat dari sudut pandang lain di luar konteks ekologis, “Pabrik semen di Kendeng persoalan keberdayaan. Pendirian pabrik semen akan membunuh Samin, tradisi Samin, masyarakat Samin, dan budaya Samin, hal itu yang selama ini kurang ditonjolkan, di luar persoalan terkait lingkungan.”
“Negara hari ini seakan sedang takut dengan kerugian 5 triliun, sedangkan hancurnya Samin tidak sebanding dengan angka itu,” ungkap Akhmad Ramdhon salah satu dosen Sosiologi FISIP UNS,. Ramdhon juga menghimbau peserta yang hadir untuk melakukan aksi dukungan kepada petani Kendeng di dunia maya, dengan memposting kegiatan ini dan menuliskan #KendengLestari atau #RuwatanGiriBawana.
Arief Rahman Hakim Presiden BEM FISIP UNS menyatakan bahwa kampus termasuk UNS mengusung Tri Dharma Perguruan Tinggi, sedangkan pada poin ke tiga yaitu terkait pengabdian masyarakat tidak terlalu ditonjolkan. Kampus seakan tutup mata dengan hal ini, utamanya terhadap konflik Kendeng.
Acara kemudian ditutup dengan pembacaan Seruan Moral Akademisi Indonesia, di antaranya berisi uraian terkait darurat ekologis pulau Jawa, masalah manusia dan kebudayaan, pernyataan sikap akademisi, dan rekomendasi. Salah satu pernyataan sikap yang diungkapkan yaitu, “Masih banyak cara untuk memajukan pembangunan bangsa termasuk dalam menyediakan semen, dengan cara yang lebih mementingkan manusia dan kelestarian alam.” Sedangkan dalam rekomendasinya, seruan moral akademisi yang di sampaikan oleh Universitas Indonesia di Salemba ini, mendesak Presiden untuk membatalkan rencana penambangan semen sebagai mana diamanatkan dalam putusan Mahkaman Agung. (Muthi)


SHARE THIS

0 Comments: