Selasa, 01 Maret 2016

Menyelamatkan Bangsa dari Nihilisme



“Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu (pembunuhan Tuhan)?”

Paragraf diatas merupakan kutipan dari sebagian pemikiran Friedrich Nietzsche yang tercantum dalam Die fröhliche Wissenschaft (1882). Kala itu, nyaris tiada satupun orang menggubris pemikiran Nietzsche. Semasa hidup, pemikiran dan konsepsi filsafatnya tidak banyak dilirik. Justru setelah kematiannya, filsafat Nietzsche dapat menempati ruang-ruang dimana kemapanan bercokol. Situasi ini juga berlaku di Indonesia. Setelah seabad lebih pemikiran Nietzsche diabaikan, tak ada salahnya bagi kita untuk kembali meninjau pemikiran dan konsepsi filsafatnya.

Kalimat “Tuhan sudah mati” yang dimaksud Nietzsche dalam tulisannya bukan berarti kematian Tuhan secara fisik. Yang dimaksud Nietzsche dengan kematian Tuhan adalah kondisi dimana gagasan tentang keberadaan Tuhan tidak lagi dijadikan sebagai acuan manusia dalam bertindak. Nilai-nilai moral dan agama mulai diabaikan. Kondisi ini menurut Nietzsche juga bisa disebut sebagai nihilisme. Di Indonesia, nihilisme setidaknya sudah mulai tercermin oleh banyaknya kasus kejahatan seperti korupsi, rasisme, dan kejahatan-kejahatan lain yang sudah jelas dilarang oleh hampir semua ajaran agama. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia akan mengalami keruntuhan peradaban mengingat ideologi Indonesia (Pancasila) sangat bertentangan dengan pokok-pokok nihilisme.

Lalu apa cara terbaik bagi bangsa kita untuk menghindari nihilisme?

Nilai-Nilai Pancasila

Salah satu jalan yang wajib ditempuh untuk menghindari nihilisme di Indonesia adalah dengan menanamkan kembali nilai-nilai pancasila. Bangsa kita sudah didukung dengan ideologi yang mumpuni untuk melawan nihilisme. Sepanjang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan dan persatuan yang terkandung dalam pancasila diamalkan sepenuh hati, bukan hal sulit untuk menghindari bayang-bayang ancaman nihilisme.

Porsi yang seimbang

Tak bisa dipungkiri bahwa salah satu tujuan seseorang menuntut ilmu adalah untuk mempersiapkan diri masuk ke dunia kerja. Dunia kerja yang cenderung mengutamakan sisi akademis menyebabkan seseorang seringkali mengesampingkan pengembangan kepribadian dan moral. Dalam konteks ini, pendidikan formal juga sangat penting. Sekolah-sekolah di Indonesia perlu mengedepankan pengajaran nilai-nilai moral dalam kegiatan belajar mengajarnya, baik secara teori maupun praktek dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan moral seyogyanya mendapatkan porsi yang sama dengan pendidikan akademik.

Cara Pandang

Secara harfiah, pancasila memang tidak mempermasalahkan adanya keberagaman. Namun perlu ditekankan bahwa keberagaman yang dimaksud dalam pancasila bukanlah pluralisme absolut seperti halnya ideologi bangsa-bangsa barat. Keberagaman dalam pancasila memiliki batasan-batasan tertentu. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa tidak semua agama diakui di Indonesia.

Pada dasarnya tidak ada larangan bagi manusia untuk menganut pokok-pokok pemikiran tertentu, termasuk nihilisme. Namun, sudah selayaknya apabila kesetiaan Kurt Cobain dengan nihilisme yang berujung pada epilog hidupnya yang tragis kita jadikan sebagai pelajaran.

(Herdanang Ahmad Fauzan)

SHARE THIS

0 Comments: