Kamis, 10 Oktober 2013

It's Too Late to Say I Love You

Oleh:
Intan Kusuma Wardani-FKIP Seni Rupa UNS


“Aku mengingatmu dalam diam
Aku menyebut namamu dalam diam
Aku menangisimu dalam diam
Tapi aku slalu berharap cinta kita tak akan selamanya diam”

Sejenak Luna menamati bait-bait sajak yang ditulisnya 2tahun silam di dalam Diary-nya . Sajak yang ditulisnya kala ia terdiam. Namun, pikirannya tak pernah diam memikirkan seseorang yang mendorongnya untuk menuliskan sajak-sajak itu. Masihkah semua yang ia rasakan sama seperti dulu? Ketika tak seorang pun tau apa yang ia rasakan. Dan mungkin, ia yang Luna harapkan tau tak kunjung mengetahuinya hingga kini.
 ***
2 tahun silam ..
Luna mengenalnya. Namanya Farel. Singkat. Tapi membekas hebat di dalam hatinya. Entah sejak kapan Farel selalu menghinggapi pikirannya. Perasaannya tak terlukiskan, dan tak terdiskripsikan. Bahagia mungkin. Kalau ada yang lebih dari kata bahagia, mungkin itu jawabnya.
Kata yang mampu menggambarkan perasaannya yang membuncah tak menentu setiap melihatnya. Kata yang tepat untuk melukiskan rona merah pipinya setiap mata mereka bertemu. Kata yang tepat untuk menjelaskan kelu lidahnya saat mereka berjumpa.
Farel adalah kakak kelasnya di sekolah. Pandai bermain gitar dan suaranya sangat indah. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Rumah mereka searah. Keterbiasaan itu mungkin yang akhirnya menumbuhkan perasaan itu di hatinya.
Karena Luna sendiri baru pertama kali merasakan rasa itu. Perasaan yang membuncah, rona merah di pipi dan lidah yang kelu. Mungkin itu cinta. Cinta pertamanya. Dan ia tak tau alasan yang tepat akan rasa cintanya. Walau ia selalu berharap Farel mengetahui apa yang ia rasakan dan merasakan hal yang sama sehingga perasaanya berbalas.
***
Kamis sore itu, mendung dan gerimis mengikuti langkah Luna. Jam 4 sore ia baru bisa pulang. Jam tambahan matematika setiap Kamis memaksanya tuk berada di sekolah lebih lama. Sehingga ia harus pulang lebih sore. Sendiri ? Iya, karena Farel tentu telah pulang lebih dulu.
Cuaca ternyata tak bersahabat dengannya. Gerimis yang pada awalnya tak ia pedulikan kini mendadak berubah menjadi hujan yang deras. Hujan sepertinya tak mengizinkannya segera sampai di rumah. Luna segera berlari mencari tempat untuk berteduh. Sebuah gubuk kecil di pinggir jalan. Cukup untuk melindunginya dari hujan. Tapi tubuhnya terlanjur basah kuyup. Ia menggigil kedinginan.
Biasanya Luna dan Farel berteduh di gubuk itu setiap hujan. Disana ia bisa lebih berlama-lama dengan Farel. Bercerita panjang lebar dan saling bercanda. Tapi, saat ini Farel tak bersamanya. Sepi. Ia mengharap Farel ada di sampingnya. Tapi tak mungkin, Farel pasti tengah berada dalam rumahnya yang hangat. Tak kedinginan seperti dirinya. Dan entah kenapa tiba-tiba ia bersyukur Farel tak bersamanya. Jika Farel bersama Luna saat ini, pasti Farel akan kedinginan seperti dirinya.
Sejam hampir berlalu, tapi hujan tak kunjung reda. Malah makin deras saja. Luna makin meringkuk kedinginan. Berdoa agar hujan segera reda. Menunduk menatap tanah yang basah tertimpa hujan. Memikirkan Farel, tengah apa dia. Apa Farel memikirkannya. Luna tersenyum, menganggap dirinya tolol. Berharap Farel akan memikirkannya. Hahaha. Luna tertawa dalam hati. Bisa mencintainya begitu dalam, itu saja ia sudah sangat bahagia. Dan ia tak mau berharap lebih walau terkadang hatinya berontak menginginkan yang lebih.
Sayup-sayup Luna seperti mendengar suara Farel memanggilnya. Ah, hebat sekali perasaannya. Hingga ia bisa merasa bahwa Farel kini tengah bersamanya. Luna terus menunduk menatap tanah. Tapi kini, pemandangan tanah yang basah telah diganti dengan pemandangan telapak kaki yang basah dan terciprat lumpur. Luna pun terkaget dan mendongak ke atas.
“Hei, melamun saja. Ayo pulang ..” suara itu menyadarkan lamunan Luna. Suara Farel. Iya, Farel. Kini Farel tengah di hadapannya. Tangan kanannya membawa payung. Tangan kirinya membawa jaket. Farel basah kuyup tapi tetap tersenyum. Memandangi Luna yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Ini bukan mimpi kan ?” Luna menggumam pelan. Farel tertawa. Mendengar tawa khas Farel membuat Luna tersadar. Ya, ini bukan mimpi. Yang ada di hadapannya saat ini memang benar-benar Farel. Ia hafal tawa Farel.
“Haha, kelamaan kehujanan bikin otakmu error ya ? Iyalah ini aku. Ayo pulang, pakai jaket dulu biar kamu tak kedinginan,” Farel mengangsurkan jaketnya.
Dengan tersipu malu ia menerima jaket itu dan memakainya. Sebenarnya ia merasa heran kenapa tiba-tiba saja Farel muncul. Tapi, perasaan hatinya yang membuncah mampu mengalahkan keheranannya. Ia bahagia. Atau mungkin lebih dari itu. Dan sore itu, ia pulang bersama Farel dengan Farel yang tengah memayunginya.
***
Sejak kejadian kemarin sore, Luna dan Farel menjadi semakin dekat. Mereka tak hanya berangkat dan pulang sekolah bersama. Namun, tak jarang Farel meminta Luna menghabiskan waktu sore bersamanya. Hingga membuat perasaan Luna pada Farel menjadi semakin dalam. Namun, perasaan Farel padanya ? Entahlah, Luna tak tahu ..
Farel suka menyanyikan lagu dengan gitar miliknya. Membuat hati Luna bergetar hebat jika mendengarnya. Luna seolah tau, apa yang dinyanyikan Farel berasal dari hatinya. Begitu dalam ...

Siang itu sepulang sekolah mereka mampir dulu di sebuah warung yang menjual es kelapa muda. Menikmati es kelapa sepulang sekolah, cocok di saat matahari tengah seterik itu.
“Belajar yang rajin ya Rel, bentar lagi kamu ujian,”
“Siap, Luna ..”ucap Farel seraya memberikan hormat pada Luna layaknya seorang tentara. Membuat Luna tertawa riang.
“Farel mau nerusin kuliah dimana ?”
“Mmm, aku pengen belajar ekonomi di luar negeri,”ucap Farel dengan mata menerawang membuat Luna tersentak. Kuliah di luar negeri, artinya Farel akan pergi jauh. Artinya meninggalkannya. Dan artinya pula ia dan Farel akan terpisah.
“Dimana ?”
“Di Aussie mungkin. Aku pengen banget ke situ,”ucap Farel kemudian. Kali ini bukan dengan mata menerawang. Tapi dengan menatap kedua mata Luna. Yang membuat Luna terdiam seketika.
Farel akan kuliah di Australia. Sebenarnya Luna tak rela. Tapi apa haknya melarang Farel ? Dia bukan siapa-siapanya. Lagipula, itu demi masa depan Farel.
“Ayo pulang Luna,”Farel menyadarkan lamunannya.
“Ehh, ayo ..”ucap Luna tersadar.
*** 
3 bulan kemudian ...
Hari ini Farel akan berangkat ke Australia. Luna membuka buku Diary-nya, tempat ia mencurahkan segala yang ia rasakan pada Farel. Yang Farel sendiri tak pernah tau. Sebenarnya Luna ingin mengantar Farel ke bandara. Tapi, ia takut tak sanggup menahan airmatanya disana.

Diary
3 Januari 2009 
Aku tau namanya. Farel. Lucu yahh. Dia anak kelas 3. Baik. Makanya aku sama dia sering pulang bareng. Dan karena sering pulang bareng itulah aku jadi suka sama dia.
10 Januari 2009
Aku liat Farel di pensi sekolah. Dia nyanyi sambil mainin gitar. Nyanyiin lagunya Adrian Martadinata-Kuingin Kau tau. Sumpah, keren banget. Dia nyanyinya dalem banget. Kira-kira buat siapa yah ??
23 Januari 2009 
Sore ini ada jam tambahan matematika. Gag pulang sama Farel deh. Trus aku kehujanan. Aku neduh di gubuk biasa aku dan Farel berteduh kalo kehujanan. And kamu tau Di, tiba-tiba Farel muncul buat ngejemput aku. Dan aku gak ngerti kenapa tiba-tiba dia muncul. Mungkin gak ya, karena dia suka sama aku ??
17 Februari 2009 
Farel nganterin aku sampe depan rumah. Aku sih yang minta. Soalnya entah kenapa tiap pulang sekolah aku ngerasa ada yang ngikutin. Takut, dan aku minta tolong Farel. Dia mau ternyata. Dan dia bilang, dia bakal nganterin aku sampe rumah tiap hari. Seneng.
23 Februari 2009 
Aku seneng liat Farel nyanyi.
25 Februari 2009 
Mungkin gak yah Farel suka sama aku ? Aku sebenernya gak mau berharap lebih. Tapi sejak kejadian aku kehujanan itu kita semakin deket dan sering jalan bareng. Tapi aku gak mungkin kan bilang suka sama dia. Aku kan cewek ..
5 Maret 2009 
Farel bilang dia pengen kuliah di Aussie. Dan sampai saat ini aku masih sayang dia. Kita bakal berpisah. Mungkin gak aku bakal ketemu dia lagi. Kapan? Di belahan bumi mana? Dan yang terpenting, mungkin gak kami bersatu?
12 Maret 2009 
Aku sekarang pulang sendiri terus. Farel sibuk nyiapin ujian. Sedih. Tapi itu kan buat kebaikan dia ..
26 April 2009 
Farel ngajak aku jalan-jalan sore. Seneeeeeng banget. Dia bilang, dua minggu lagi dia akan berangkat ke Aussie. Aku gak tau mesti bilang apa ..
10 Mei 2009 ..
Besok Farel ke Aussie. Dan kami bakal berpisah ..

Luna merasakan kelopak matanya semakin berat. Tanpa terasa airmatanya jatuh menetes. Begitu banyak hari yang ia lewati bersama Farel. Tentu akan membekas dalam di hatinya. Dan sampai saat ini perasaannya masih sama. Mencintai Farel. Hanya itu.
Luna menatap jam dinding kamarnya. Sudah jam setengah sepuluh. Setengah jam lagi Farel akan terbang ke Australia. Ia sebenarnya ingin menatap Farel tuk terakhir kalinya. Tapi ia takut tak kuasa menahan airmatanya. Perlahan ia mengusap airmatanya. Dan melesat keluar rumah. Menyegat taksi tuk mengantarnya ke bandara.
Sesampai di bandara, Luna berlari mendesak kerumunan orang-orang. Mencari Farel yang mungkin masih ada di bandara. Tapi ia tak menemukannya. Luna semakin takut dan putus asa. Dan keputusasaanya semakin kuat ketika ia menatap sebuah pesawat terbang dan suara yang mengumumkan penerbangan ke Adelaide sudah berangkat.
Luna menatapnya pesawat itu dengan tatapan nanar. Berarti Farel sudah berangkat. Airmatanya semakin jatuh tak terkira bagai hujan. Seketika dadanya terasa sesak. Farel, jangan pergi ...
***

3 Desember 2011
Luna menutup Diary-nya. Mengenang kejadian yang terjadi 2 tahun silam lebih. Menatap sajak-sajak yang ia tuliskan dulu. Ia tak ingin menoleh lagi. Tak lagi berharap dan menanti Farel. Karena, sejak kepergian Farel memang tak ada lagi kabar dari Farel. Dan Farel seperti hilang dari hidupnya.
Dan kini, ia tengah menata kehidupannya kembali. Karena kini ia tak lagi sendiri. Hidupnya telah diisi seorang pria. Penantiannya terasa cukup ketika Rafa meminta hatinya. Dan ia pun menyanggupinya.
Luna tak ingin terkungkung dalam penjara masa lalu. Ia merasa tak ada alasan tuk tidak menerima Rafa. Dan Luna berusaha agar hanya Rafa yang mampu mengisi hatinya.
“Luna, tolong buka pintunya. Ada tamu. Mama lagi sibuk,”teriak Mamanya.
“Iya Maa ..”Luna segera beranjak ke ruang tamu tuk membukakan pintu. Ketika ia membuka pintu, tampak sebuah boneka kanguru besar di hadapannya.
“Ini benar rumah Saudari Luna Arista ?”tanya bapak yang tengah membawa boneka kanguru besar itu.
“Iya Pak, ada apa yaa ?”
“Ada kiriman dari Adelaide,”
“Adelaide ?”ucap Luna heran. Mendadak jantungnya berdegup kencang.
“Iya. Dari Farel Yudha Pratama,”ucap bapak pengantar paket itu sambil mengangsurkan tanda terima untuk ditandatangani Luna. Segera Luna menandatanginya dan menerima boneka kanguru itu. Ada surat juga ternyata.
Tak sabar Luna membuka amplop surat itu. Itu surat dari Farel. Farel yang telah menghilang dari hidupnya. Kini tiba-tiba hadir lagi. Luna menata htinya sejenak sebelum perlahan Luna membuka surat itu.

                                                                                    Adelaide, 25 November 2011

Apa kabar Luna ? Aku harap kamu baik-baik saja. Sama seperti dua tahun silam. Maaf ini mengagetkanmu. Aku tak kuasa untuk tak melakukannya.
Kamu tau Luna, sebenarnya saat aku akan berangkat ke Adelaide kamu adalah orang yag paling aku nanti. Namun, aku tak menemukan sosokmu waktu itu. Tapi kata temanku, ia melihatmu menangis di bandara. Mungkinkah waktu itu kamu menangisi kepergianku Luna ?
Luna, andai waktu bisa terulang kembali aku mungkin tak semenyesal sekarang. Dua tahun dan sekarang begitu berbeda. Kamu mungkin telah melupakanku. Tapi, disini aku selalu mengingatmu.
Kamu tau Luna, dua tahun silam aku selalu merasa bahagia setiap pulang sekolah. Aku begitu menyayangimu dan ingin menjagamu. Itulah kenapa, saat itu aku menjemputmu ketika kamu kehujanan. Aku selalu mengikutimu sampai rumah untuk memastikan kamu baik-baik saja. Tapi itu malah membuatmu merasa dimata-matai. Hingga akhirnya kamu memintaku tuk menemanimu sampai rumah. Maaf jika saat itu aku membuatmu takut. Tapi aku mengkhawatrikanmu saat itu. Dan aku menyayikan lagu di pensi sekolah. Lagu itu untukmu Luna. Aku ingin kamu tau.
Tapi kini, aku tau kamu telah menjadi milik yang lain. Aku tau dari temanku. Dan saat aku tau itu, aku merasa menjadi orang terbodoh di dunia.
Aku harap kamu berbahagia dengannya. Dan kamu tak perlu mengingatku lagi. Namun aku ingin kamu tau bahwa aku MENCINTAIMU ..

                                                                                                   Farel

Luna melipat kembali surat itu. Hatinya teriris perih. Surat itu seperti meluluh lantakkan hatinya. Namun hatinya telah memilih. Ia tetap melangkah maju. Bersama Rafa, dan tak menoleh ke belakang lagi.

                                                   Tamat ..



SHARE THIS

0 Comments: