Minggu, 29 Juli 2012

Mencoba memaknai Ramadhan (lagi)

by: Santoso

Ketika bulan ramadhan telah tiba, yang ada di pikiran kita adalah bulan yang dinantikan oleh seluruh umat Islam di dunia, termasuk Indonesia yang merupakan Negara dengan penduduk muslim terbesar. Tidak terasa, bulan yang suci ini telah berlalu selama hampir lebih sepekan. Tubuh sudah sangat beradaptasi dengan kondisi yang memang menuntut kondisi fisik prima( walaupun kondisi rohani sekarang lebih memegang peraan). Tapi ternyata itu Cuma ada di pikiran kita, masih terngiang dalam benak kita bahwa bangsa kita masih disibukan oleh hal – hal cekeremes dalam menyambutnya bulan suci ini. Perbedaan penentuan awal puasa telah menyedot perhatian kita yang luar biasa sebagai ujian awal, karena masing – masing pihak mengklaim bahwa mereka punya pijakan yang kuat ( karena memang demikian). Dengan toleransi yang tinggi sebenarnya bukan masalah yang besar, tetapi memang kita lebih senang melihat semut seolah – olah gajah yang besar. Ujian yang kedua adalah media, baik cetak ataupun elektronik. Ketika berpuasa, kita sebenarnya dianjurkan untuk memperbanyak amalan – amalan ibadah seperti membaca Al Quran, sholat – sholat sunah, bersedekah,dsb  karena Allah menjanjikan pahala yang berlipat – lipat dibanding dengan bulan – bulan yang lain. Bahkan, tidurnya orang berpuasa pun dihitung sebagai ibadah. Subhanallah.. tetapi,  itu semua seolah disilaukan oleh kehadiran televisi yang menayangkan acara dikemas dengan penuh makna agamis, membuat para pemirsa betah” beribadah“ berada di depan layar televisi. Selain televise, yang tak kalah halus adalah serangan dari berbagai jejaring social di internet, terutama bagi kalangan muda – mudi kita. Mereka dapat siaga sepanjang waktu dengan alat perang yang telah mereka siapkan yaitu laptop dan modem.   
            Serangan paling dahsyat tentu saja dari berbagai pusat perbelanjaan yang menyediakan berbagai macam kebutuhan baik makanan, hiburan, ataupun juga pakain yang kita kenakan. Dengan dalih menyambut hari kemenangan, pusat perbelanjaan berlomba – lomba memberikan diskon besar – besaran kepada para pengunjung bahkan ada yang sampai tengah malam. Tidak heran, ketika bulan ramadhan, pola konsumsi kita justru semakin meningkat. Tak mau ketinggalan, sepeda motor juga harus inden berbulan – bulan sebelum dapat dimiliki. Padahal, sudah jelas bahwa bulan ramadahan ini seharusnya melatih kita untuk dapat merasakan penderitaan saudara – saudara kita yang hidup dalam kekurangan, melatih kesabaran dengan menahan hawa nafsu selama lebih kurang 14 jam, hidup teratur dengan makan tepat waktu, memanfaatkan setiap detik dalam kita sebagai ibadah. Semoga setiap godaan yang ada di bulan suci ini menjadikan kita kuat, dan  keberkahan ramadhan ini dapat membawa kita sebagai orang – orang yang dapat menyentuh jiwa menyambut Idul Fitri yang penuh makna seperti yang dituturkan oleh Bunda Teresa dalam buku Zona Ikhlas oleh Erbe Sentanu. “ Perhatikan bagaimana alam – pepohonan, bunga, rumput – tumbuh dalam keheningan: perhatikan bagaimana bintang gemintang, rembulan, dan matahari, bagaimana mereka bergerak dalam keheningan.. kita memerlukan keheningan untuk dapat menyentuh jiwa”. Marhaban ya Ramadhan.

SHARE THIS

0 Comments: