Negeriku, Dengarlah!
Negeriku.. Apa kabarmu?
Aku harap kau masih dalam keadaan baik,
tetap indah mempesona seperti alammu yang cantik dan kekayaan budayamu yang memukau
Oh ya, Negeriku.. aku ingin bercerita..
Aku melihat tempat yang saaaangat bagus di sini.. dengan gemerlap real estate dan segala fasilitas serta hiruk pikuknya
Sungguh membuatku takjub..
Tapi..
Mengapa di sini aku melihat pemandangan ironis?
Antara real estate dengan pemukiman kumuh..
di bantaran sungai, kolong-kolong jembatan, bahkan pinggiran rel kereta api..
Mengapa aku melihat orang compang-camping tidur tanpa alas di jalanan?
Mengapa aku melihat anak-anak berseragam menjajakan koran?
Dan mengapa aku harus melihat tubuh-tubuh mungil itu meminta-minta di jalanan?
Negeriku..
Sungguh aku senang, melihat penghunimu hidup dalam kemakmuran, dengan gelimang harta dan tahta..
Sungguh aku senang melihat kemajuan pembangunan bangsa ini..
Tapi.. kalau boleh aku jujur, aku lebih bahagia jika kesenjangan sosial itu tidak yang se-menyakitkan ini
Negeriku..
Ingin rasanya aku mengeluh..
Tentang orang-orang yang kami percaya memimpin negeri ini
Tentang mereka yang kami percaya mewakili suara hati kami
Bagaimana mungkin ruangan yang megah dengan kursi empuk dan udara sejuk masih kurang nyaman dibandingkan tempat tinggal kami di tempat pembuangan sampah ini?
Bagaimana mungkin mereka menuntut renovasi bermiliar-miliar sementara sekolah anak-anak kami hampir rubuh karena tidak pernah direnovasi?
Bagaimana mungkin lembaran kertas mereka hargai bermiliar-miliar sedangkan anak-anak kami sulit mengenyam pendidikan karena miskin?
Bagaimana mungkin mereka menghamburkan uang bermiliar-miliar hanya demi membeli pengharum ruangan sementara kami hampir mati merong-rong kelaparan?
Bagaimana mungkin?
Negeriku.. bisakah kau menjelaskanku tentang apa itu keadilan?
Aku melihat sesuatu yang menggelikan di sini..
Seorang emak dihukum berbulan-bulan karena mencuri buah cocoa, seorang anak di bawah umur ditahan karena dituduh mencuri sendal jepit, pemuda berkelainan mental ditahan karena mencuri beberapa tandan pisang
Sementara itu..
Tikus-tikus berjas rapih yang memakan uang kami bermiliar-miliar dihadiahi hukuman yang sama, bahkan lebih ringan dari itu..
Inikah yang di namakan keadilan?
Inikah yang disebut hukum?
Apakah hukum itu selalu tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Negeriku..
Apakah sebaiknya kami tidak usah lagi ikut memilih?
Lantas bagaimana kelanjutan negeri ini?
Kami tidak mungkin maju sendiri karena kami tidak tahu caranya memimpin
Kami tidak tahu menahu bagaimana caranya memutuskan kebijakan
Kami bukan kaum cendekia yang mengenyam pendidikan tinggi, kami pun tidak terlahir dari keluarga borjuis yang tidak perlu cemas dengan keadaan
Kami hanya rakyat jelata yang mendambakan kepedulian
Negeriku..
Aku mohon, dengarkan..
Dan lekaslah bangkit kar’na kami sudah rindu akan keharuman namamu..
0 Comments: