Oleh: Imas Ayu Prafitri
Tet.. Terdengar bel pintu kosan berbunyi. Ocha yang sedang asyik bersolek kaget dan dengan cepat mengambil tas berwarna cokelat kesayangannya, lalu bergegas menuju ke pintu depan. Di luar sudah ada Robi dengan sepeda motor hitamnya. ”Udah siap, Cha? Nggak ada yang ketinggalan kan?” tanya Robi. ”Iya, yuk jalan..” jawab Ocha.
Kira-kira dua puluh menit perjalanan, mereka sudah sampai di stasiun kereta api. Bergegas Ocha mengantri untuk membeli tiket kereta tujuan Stasiun Gambir. Setelah mendapat tiket mereka duduk di kursi peron menunggu kedatangan kereta. Belum sempat mengobrol banyak, tiba-tiba kereta sudah datang. Mereka mencari tulisan kereta 7 lalu menuju ke gerbong tersebut. “Hati-hati ya, jaga diri di sana.. Kalau ada apa-apa hubungin aku saja..” ujar Robi sambil memandang wajah Ocha. “Iya, makasih udah mau nganter.. nanti aku sms deh..” jawab Ocha tersenyum sambil masuk ke kereta.
Ocha mencari kursi bernomor 4D, sesuai dengan yang tertera di tiket yang dia beli tadi. Setelah meletakan tas ia memposisikan diri dengan nyaman dan bersiap untuk tidur. Maklum semalam ia tidur larut malam, sudah menjadi kebiasaan Ocha yang suka begadang tanpa tujuan jelas. Kurang dari lima menit dia sudah terlelap.
Setelah tiga jam perjalanan, kereta berhenti di sebuah stasiun. Ocha terbangun mendengar suara gaduh, padahal dia masih belum puas tidur. Tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya duduk di kursi sebelah Ocha. Kemudian laki-laki tersebut tersenyum dan menganggukkan kepala melihat Ocha, dan tanpa pikir panjang Ocha membalas dengan senyuman mautnya. Setelah setengah jam penuh dengan senyuman dan anggukan tanpa mengobrol, Ocha memberanikan diri untuk memulai percakapan.
”Mau ke mana, Pak?” tanya Ocha dengan ramah. Laki-laki tadi hanya tersenyum dan mengangguk. Ocha mengernyitkan dahi sambil melirik ke arah laki-laki tadi. ”Yah dicuekin..”, ungkap Ocha dalam hati. Merasa diacuhkan Ocha mulai mencari kesibukan, dia merogoh saku celana lalu mengambil benda keramat miliknya. Ocha mulai memencet-mencet handphone pinknya untuk sms Robi.
Sedang asyik smsan, tiba-tiba terdengar suara aneh dari laki-laki di sebelahnya, ternyata dia sedang menelpon seseorang. Setelah didengar dengan baik-baik, Ocha baru sadar kalau laki-laki tersebut berkata-kata aneh karena berbahasa asing. Setelah mengamati lagi, ocha semakin yakin kalau yang di sampingnya adalah orang berkebangsaan Cina, dan kemungkinan besar bukan Warga Negara Indonesia.
Merasa diperhatikan, laki-laki tadi menoleh ke arah Ocha dan memberikan senyumannya lagi tanpa lupa mengangguk. Kalau dihitung, mungkin sudah ke sekian puluh kalinya dia tersenyum dan menganggukan kepala. ”Nggak capek apa senyum sama ngangguk-ngangguk mulu?” tanya Ocha dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. Setelah selesai menelpon, kemudian laki-laki tadi mengambil secarik kertas dan pulpen dari tasnya. Dia menuliskan namanya di kertas, dan di kertas itu sudah ada tulisan berukuran besar ”GAMBIR”. Kertas itu diberikan kepada Ocha, dan setelah membaca nama asing itu, Ocha berusaha mengejanya meski cukup sulit. ”Chen Liang.. Can you speak English?” tanya Ocha. Laki-laki itu menggelengkan kepala, dans Ocha merasa lega mendapati jawaban tersebut. Yah meski mengaku anak gaul, Ocha memang payah dan kurang suka dengan Bahasa Inggris.
Lalu Ocha dan laki-laki paruh baya tadi mulai akrab dan melakukan percakapan dengan menggunakan bahasa isyarat. Usut punya usut ternyata laki-laki tersebut memang warga negara Cina yang sedang ada urusan pekerjaan di Indonesia, dan dia baru sepuluh hari di Indonesia.
Tidak terasa waktu bejalan dengan cepat, akhirnya kereta sampai di Stasiun Gambir. Ocha dan Chen Liang keluar dari kereta dan langsung berpisah di stasiun karena Chen Liang sudah dijemput temannya dan Ocha bergegas ke peron sebelah untuk menunggu kereta listrik menuju Bogor, kampung halamannya.
Sesampainya di rumah, Ocha langsung berbagi cerita tentang Chen Liang dengan mama, papa, dan adik perempuanya. Mereka malah cekikikan mendengar cerita heboh Ocha.
0 Comments: