Jumat, 17 November 2017

Mengasah Jiwa Wirausaha Lewat Danus

Mahasiswa FISIP UNS sedang melakukan Danus. (Dok.VISI/Andi)
Pagi itu, Dian memulai kegiatannya dengan tergesa-gesa. Jam tangannya menunjukkan waktu pukul 07.15 WIB. Ia beranjak menuju kampus karena ada kuliah pagi yang harus dihadiri. Sesampainya di kampus, Dian melihat temannya membawa seperangkat kotak makanan, yang setelah diamati dengan saksama ternyata berisi barang Danus milik organisasinya.

Danus adalah akronim dari Dana Usaha, yakni kegiatan mencari dana dengan melakukan sejumlah usaha seperti menjual makanan, minuman, dan sebagainya. Danus dilakukan anggota organisasai untuk membiayai acara dari organisasi tersebut. Bedanya dengan usaha mandiri, Danus lebih bergantung terhadap dinamika program kerja dan kegiatan di suatu organisasi.

Kalau untuk (dangangan Danus -red) itu biasanya saya ambil di pasar Panggungrejo di belakang kampus, yang biasa langganan,” ujar Natalia Marstella Tambunan, mahasiswa Administrasi Publik 2016 saat ditemui VISI, Selasa  (7/11/2017). 

Natalia biasa melakukan kegiatan Danus di kelas. Ia juga menuturkan kerap memakai tenaga teman-temannya yang lain untuk menjual dagangan Danus milik organisasinya. Para pelaku Danus lebih memilih waktu pagi untuk menjajakan dagangan, karena biasanya para mahasiswa tidak memiliki waktu untuk membeli atau membuat sarapan akibat adanya kelas yang harus dihadiri. 

Bagus, karena bisa untuk mengganjal perut apalagi untuk anak kos yang biasanya kalau pagi belum sarapan,” ujar Sri Widhawati yang biasa disapa Wiwid, mahasiswi jurusan Sosiologi 2016 saat diwawancarai VISI, Selasa (7/11/2017).

Selain di kelas dan daerah kampus, para pelaku Danus juga menjajakan dagangan mereka saat Car Free Day (CFD) yang digelar pada hari Minggu di Jalan Slamet Riyadi. Makanan yang biasanya dijajakan yakni jajanan pasar seperti tahu bakso, sosis ayam, pastel, pisang coklat, risoles, dan sebagainya. 

Meski dipandang sepele, nyatanya ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh para pelaku Danus. Misalnya, keinginan pelanggan terkait dagangan yang ditawarkan. 

“Pernah, sering malah, tapi ya kadang gitu, ketika request-nya (permintaan jenis dagangan -red) sudah dilaksanakan tetap saja tidak dibeli,” imbuh Natalia.  

Selain pesanan oleh konsumen, kendala lain adalah tak bisa dilakukannya pengembalian dagangan yang tidak laku ke pemasok, mengingat barang tersebut sudah tidak fresh lagi. Untuk melayani konsumen yang ingin membeli jajanan lebih dari satu, penyediaan plastik kecil sebagai bungkus juga salah satu faktor penting.

“Kadang mereka juga tidak bawa plastik atau tisu jadi susah jika mau beli banyak," ujar Wiwid. 

Terlepas dari kendalanya, banyak manfaat yang dapat diambil dari kegiatan Danus, misalnya pembagian waktu. Mahasiswa yang mendapat tugas Danus dituntut dapat membagi waktu antara Danus dan kuliah agar studi tidak terganggu,

“Tidak terganggu sama sekali. Karena kalau lagi kuliah ya kuliah dan setelah dosennya keluar baru menjual dagangan Danus, itu kalau saya sebagai penjual,” ujar Alfian Rahardian Afif, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 yang kerap melakukan Danus.

Dampak positif lainnya yakni melatih jiwa kewirausahaan mahasiswa. Tak jarang Danus malah membuka ide membuka bisnis bagi seseorang. 

“Kalau saya melihat lebih ke yang positif, karena yang pertama, kalau kuliah pagi biasanya anak-anak (mahasiswa -red) tidak sempat makan, dan juga yang kedua, ini memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berwiraushana,” kata Sudaryanti, dosen Ilmu Administrasi Publik FISIP UNS saat ditemui VISI, Jumat (10/11/2017). 

Begitu banyak yang dihadapi mahasiswa saat melakukan Danus demi melancarkan pendanaan kegiatan keorganisasian. Namun yang paling penting adalah kemampuan mahasiswa untuk membagi waktu, agar kegiatan organisasi dan kegiatan kuliah dapat dilakukan dengan baik, tanpa condong ke salah satu sisinya. (Andi, Nabilah)

SHARE THIS

0 Comments: