Senin, 28 Agustus 2017

Mahasiswa UNS Memang Gemar Makan Ayam

Ilustrasi ayam goreng. (Dok.VISI/Redaksi)

Pada pertengahan 2017, Kementerian Pertanian (Kementan) merilis data rerata tingkat konsumsi ayam nasional. Data tersebut menyebutkan masyarakat Indonesia hanya mengonsumsi sekitar 10 kilogram ayam setiap tahunnya. Bayangkan, per orang hanya mengonsumsi 10 kilogram dalam kurun 12 bulan.

Pemerintah lantas gusar dan membuat berbagai kebijakan baru. Salah satu yang paling terdengar adalah peningkatan upah guna meningkatkan daya beli masyarakat. 

Kegusaran pemerintah bukannya tanpa alasan. Angka 10 kilogram menempatkan rerata konsumsi ayam Indonesia jauh di bawah rerata negara-negara lain di dunia. Bandingkan dengan Thailand misal, yang angka konsumsi ayam per kapita per tahunnya menyentuh angka rerata 17 kilogram, atau Malaysia yang unggul jauh dengan 38,5 kilogram.

Uniknya, fenomena rendahnya konsumsi ayam nasional seolah tak terasa jika kita mengamati kecenderungan pola makan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS). Di kampus yang konon sering dipromosikan oleh rektornya sendiri ini, tingkat konsumsi ayam para mahasiswa jauh mengungguli angka rerata nasional.

“Lima kali dalam seminggu saya mengonsumsi ayam,” ujar Rizka Zahra, salah seorang mahasiswi FISIP UNS ketika diwawancarai VISI pada Jumat (25/8/2017).

Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional itu menambahkan jika jenis makanan berbahan dasar ayam yang biasa ia konsumsi adalah ayam geprek dan ayam penyet. Rizka menuturkan alasan utamanya sering mongonsumsi ayam disebabkan minimnya jenis makanan lain yang dijual di sekitar kampus.

“Aku suka ayam, ikan, dan seafood (makanan laut-red). Tapi banyaknya di daerah sini ayam, kan. Seandainya makan prasmanan, kebanyakan juga ayam. Ayam itu sudah seperti makanan sejuta umat,” imbuhya.

Kecenderungan serupa juga dilakukan Danisa Alda Razaq, salah seorang mahasiswi Fakultas Teknik angkatan 2016. Berbeda dengan Rizka, mahasiswi yang biasa mengonsumsi empat porsi ayam dalam sepekan itu memiliki alasan lain.

“Karena ayam itu enak, sehat, dan bergizi,” tandasnya.

Kesenjangan

Data ini kian diperkuat dengan ‘survei kecil-kecilan’ yang dilakukan Redaksi LPM VISI pada pertengahan bulan Agustus 2017. Dari 50 narasumber yang tersebar acak di 10 fakultas, 21 diantaranya mengaku mengonsumsi ayam minimal enam porsi dalam sepekan. Sementara itu, 27 mahasiswa lain mengonsumsi ayam empat hingga lima porsi dalam sepekan. Hanya dua mahasiswa saja yang mengonsumsi ayam di bawah tiga porsi tiap satu pekan.

Dengan asumsi rerata berat satu porsi ayam adalah 85 gram, diperoleh angka konsumsi ayam mahasiswa UNS tiap pekannya menyentuh angka 0,425 kg.  Lalu, jika angka itu dikalikan 40 (jumlah pekan perkuliahan dalam setahun) akan diperoleh total 17 kilogram.

Angka tersebut surplus 7 kilogram dibanding rerata konsumsi ayam nasional. Padahal, total jumlah hanya dihitung selama delapan bulan. Jika hendak dibandingkan dari angka rerata nasional selama 8 bulan (yang hanya 6,6 kilogram), angka rerata konsumsi ayam mahasiswa UNS bisa surplus lebih dari 10 kilogram.

Berkah Warung Makan

Tingginya tingkat konsumsi ayam di kalangan mahasiswa UNS menjadi berkah tersendiri bagi para pelaku kuliner sekitar kampus. Warung Ayam Penyet Bandung (APB) misal, yang dalam sehari bisa menjual sekitar 50 ekor ayam.

“Kalau anak kuliah masuk semua ya habis 50 ekor. Kalau lagi liburan paling 30 ekor. Kalau hari Sabtu paling 40-45 ekor,” ujar Anik Priyati selaku pemilik APB saat diwawancarai VISI pada Sabtu (26/8/2017).

Ketika ditanyai jumlah pelanggan, Anik mengatakan APB bisa mendapat 500 hingga 600 pelanggan tiap harinya. Jumlah ini fluktuatif, tergantung dari rentang masa kuliah. Secara pribadi, Anik mengakui akhir-akhir ini ada kecenderungan mahasiswa kian 'tak pikir-pikir' untuk mengonsumsi ayam.

“Jika dulu, orang untuk mau makan ayam masih berpikir lagi. Waktu jaman saya pertama di sini itu kan masih belum rame, kebanyakan mereka (mahasiswa-red) pilihan makannya ke nasi sayur,” imbuh Anik.
Ayam Penyet Bandung (APB) merupakan salah satu warung makan yang ramai didatangi oleh mahasiswa UNS. Saat ini, daging ayam masih menjadi salah satu menu yang kerap dikonsumsi oleh mahasiswa Kampus Kentingan. (Dok.VISI/Nabilah)
APB sendiri mendapat penghasilan kotor Rp5.000,00 untuk satu porsi ayam. Jika dikalikan jumlah pelanggan dalam sehari, warung makan yang terletak di Jalan Awan, Jebres ini menghasilkan pemasukan sekitar Rp2,5 hingga Rp3 juta.

Berkah dari tingginya tingkat konsumsi ayam mahasiswa UNS tak hanya dirasakan APB. Kondisi serupa juga dialami para pelaku industri kuliner lain.

Di Kopi Jahat misal, dalam sehari setidaknya ada 90 hingga 100 pelanggan yang memesan porsi makanan berbahan dasar ayam. Angka ini terbilang tinggi, mengingat tempat makan yang berdiri sejak 28 Juli 2016 ini tidak meniatkan daging ayam sebagai 'sajian andalan' mereka.

Lebih lanjut, Akbar selaku perwakilan pihak Kopi Jahat menuturkan jika peluang membuka usaha kuliner dengan menu ayam di sekitar UNS masih terbuka lebar. Saat ditemui VISI pada Jumat (25/8/2017) lalu, pria berusia 26 tahun ini mengatakan hal tersebut disebabkan banyaknya peminat daging ayam di Solo.

“Peminat daging ayam di Solo itu lebih banyak jadi mesti laris untuk menu ayam, kebanyakan begitu saat saya survei sebelum membuka warung. Saya rasa peluang untuk buka bisnis kuliner warung makan ayam di Solo itu tetap nomor satu,” pungkas Akbar. (Fauzan, Nabilah)


SHARE THIS

0 Comments: