Selasa, 25 Juli 2017

Prosedur Penggunaan Pipa di SPAM UNS (Masih) Salah

Reservoir di Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) UNS. (Dok.Redaksi/VISI)
Fadhil (20) sibuk mengamati jamur dan kotoran yang mulai bermunculan pada galon air minum di kontrakannya. Mahasiswa rantau yang hampir setiap hari mengonsumsi air minum gratis dari kampusnya ini tak menduga bahwa niat berhematnya ternyata justru memunculkan risiko mengeluarkan uang berlebih untuk biaya pengobatan. Pada hari ketiga setelah menyimpan air SPAM UNS ke dalam galon, ia akhirnya membuang air yang tersisa karena tak ingin mengalami risiko tersebut.

“Satu hari itu udah nggak enak rasanya. Terus dua hari mulai bau, tiga hari sudah bau banget. Terus akhirnya saya buang,” ungkap Fadhil ketika menceritakan pengalamannya menyimpan air minum SPAM UNS kepada VISI, Kamis (8/6/2017).

Setelah mengalami pengalaman tidak menyenangkan tersebut, hingga saat ini Fadhil dan teman-teman satu kontrakannya hanya menyimpan setengah galon air SPAM dan lebih memilih melakukan isi ulang di tap water kampus setiap hari. Meski harus lebih sering bolak-balik ke kampus karena kebijakan tersebut, ia mengaku tidak keberatan. 

“Takutnya nggak habis dan malah jadi bau,” imbuh Fadhil.

Sebenarnya Fadhil tak seorang diri. Aziz (21), salah seorang mahasiswa UNS yang juga sering mengonsumsi air minum SPAM UNS turut mengungkapkan keluhannya terhadap kualitas air yang meragukan. 

“Kalau kondisi lagi nggak sehat terus minum air yang dingin, tenggorokannya jadi kering, seperti radang,” ungkap Aziz kepada VISI di sela-sela kesibukan kuliahnya.

Menindaklanjuti keluhan mahasiswa terkait kondisi air minum yang kurang layak, VISI kemudian mencoba melakukan klarifikasi perihal tersebut kepada pengelola SPAM UNS. Sayangnya, pihak SPAM tidak banyak memberi keterangan dan hanya menyodorkan hasil uji lab.

“Ini buktinya, hasil uji lab memang menunjukkan kalau tidak ada masalah,” ungkap salah seorang pegawai SPAM sambil menyodorkan lembar hasil uji kandungan air SPAM kepada VISI, Jumat (9/6/2017).

Jika meninjau SOP yang memang sudah ketat, kemungkinan terjadinya proses pencemaran air selama proses pengolahan terbilang sangat kecil. Terlebih, sistem pengolahan sudah dibuat sedemikian rupa tertutup sehingga tidak memungkinkan ada kotoran yang masuk.

Sebelum melalui proses pengaliran di pipa, proses pembersihan sendiri dilakukan ke dalam beberapa tahap. Setelah tahap pengambilan air baku dari dalam sumur berkedalaman 120 meter, pompa kemudian mendorong air naik hingga masuk ke media filter. Di dalam media filter, dilakukan dua proses pembersihan, yakni sign filter dan carbon filter. 

Sign filter bertujuan untuk menyaring kotoran, sedangkan carbon filter bertujuan untuk mengikat rasa dan bau.  Setelah dilakukan dua proses di media filter, kemudian air dipompa lagi agar masuk ke micro filter. Di dalam micro filter, dilakukan proses penyaringan dengan ukuran membran 0,01 mikron. 

Kemudian, dari micro filter air dipompa lagi ke ultra filter untuk dilakukan penyaringan kedua dengan ukuran membran lebih kecil. Setelah dua kali pembersihan dan dua kali penyaringan, air yang sudah 80% bersih dipompa ke reservoir.  Dari reservoir air lalu dibersihkan lagi untuk diarahkan ke menara. Menara air di SPAM sendiri memiliki daya tampung 30 meter kubik. Air di menara kemudian dialirkan ke titik-titik yang ada di kampus menggunakan gravitasi dan media berupa pipa bawah tanah. 

Proses di media filter dan ultra filter tidak serta merta berjalan tanpa regulasi tambahan. Di media filter misalnya, berlangsung backwash system yang secara otomatis membersihkan air yang sudah tertampung tiap 60 menit sekali. Sedangkan pada ultra filter, berlangsungnya proses pembersihan otomatis kurang lebih sekitar 30 menit sekali. Alat-alat dalam semua filter pun mengalami pembersihan otomatis tiap 90 kali penggunaan.

Pendapat Ahli

Karena tak kunjung mendapat keterangan secara lebih mendalam dari pihak SPAM UNS, VISI kemudian menemui ahli kimia dan penjernihan air, Dr. Pranoto. Ia kemudian menuturkan jika keberadaan material-material seperti pasir dan batu dalam air minum sangat berpotensi membahayakan kesehatan siapapun yang mengonsumsinya.

Pranoto yang sekaligus merupakan dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS ini juga menambahkan bahwa sebaiknya pihak SPAM tetap melakukan pengelolaan air yang mengacu indikator-indikator pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor.42 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Indikator-indikator dalam baku mutu tersebut antara lain menyebutkan bahwa kandungan kimia air minum seperti logam, timbal, kalsium, magnesium, dan sebagainya—termasuk bakteri E.coli dan bakteri pathogen—tidak boleh melebihi batasan-batasan tertentu. 

Sementara itu, menanggapi keluhan beberapa mahasiswa mengenai keanehan rasa air minum SPAM, Pranoto tidak berkenan menjawab terlalu spesifik. Menurutnya, sebaiknya dilakukan pengujian secara ilmiah karena ada banyak faktor yang memungkinkan perubahan rasa. 

Bisa jadi air SPAM yang sudah dalam keadaan bersih tercemar di dalam pipa sewaktu perjalanan menuju titik-titik distribusi. Bisa pula hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi dispenser atau tap water, sehingga di titik satu dan yang lainnya bisa berbeda. 

Dia berpendapat penyebab permasalahan air SPAM UNS adalah prosedur pengaliran air dalam pipa di SPAM UNS tidak tepat. Seharusnya, pada dispenser SPAM UNS air panas dan dingin tidak dialirkan pada pipa yang sama. 

Air panas sebaiknya dialirkan pada jenis pipa berbeda. Hal ini dikarenakan penggunaan pipa biasa pada air panas akan menyebabkan bagian dalam pipa terkelupas. Terkelupasnya bagian dalam pipa ini dapat mencemarkan air. Bahkan, menurut Pranoto kandungan logam atau timbal pada pipa yang mencemari air dapat menyebabkan penyakit-penyakit berbahaya.

"Lebih bahayanya jika air terkena kandungan logam, dapat memincu kanker, misalnya kanker prostat. Sementara, apabila mengandung timbal (lebih banyak-red), maka dapat menurunkan kemampuan otak seseorang,” pungkas Pranoto.

(Redaksi LPM VISI)

SHARE THIS

0 Comments: