Kamis, 19 Januari 2017

Dia

https://pixabay.com
Oleh: Nasy'ah Mujtahidah Madani

Dia itu, seperti beruang...

Tidak pernah kutemui manusia sehangat pelukannya, mengalahkan hangat ibuku sendiri. Aura kharismatik nan menyenangkan ia pancarkan. Tak jarang, kala aku melihatnya dari jauh, ia tampak bersinar, lebih dari yang lain. Kadang-kadang aku berpikir, bahwa dialah orang yang selama ini kutunggu dalam hidupku. Punggungnya yang besar selalu melindungiku. Jari-jari tangannya yang penuh selalu menggenggam milikku. Bola matanya yang begitu dalam selalu menatapku dengan segala ungkapan hatinya. Setiap langkahnya selalu membawaku dalam petualangan rimba yang tak kunjung berhenti. Semuanya, mengagumkanku.

Dia itu, seperti balok es dalam kolam lava...

Ketika teman-temannya mengatakan segelas kopi hanya nikmat dengan gula, ia berani berucap bahwa kopi lebih nikmat tanpa adanya larutan manis di dalamnya. Ketika teladan-teladannya mengungkapkan tentang jerapah hanya bisa memakan daun yang ada di puncak pohon, ia berani bercetus bahwa jerapah dapat mengunyah dedaunan dari tangan anak kecil yang berada di bawahnya. Bahkan, ketika dunia menolak kehadirannya, ia masih berani menapakkan kaki dengan kokoh di tengah puncak menara. Selalu ada yang menarik benakku supaya mengikuti langkahnya. Aku ingin tahu, seberapa kuat ia bertahan dengan pikirannya yang dingin itu.

Dia itu, seperti dandelion...

Suatu malam ketika aku sedang tidak melihatnya, ia muncul dalam imajinasiku. Saat itu, sudah berganti hari, dan aku tahu dia sudah menikmati mimpinya. Anehnya, aku merasakan kehadirannya dalam ranjangku. Seperti sekarang, saat aku menorehkan jari-jariku untuk menggambarkannya. Ia selalu hidup dalam jiwaku, dalam setiap inci pembuluh darahku. Memberiku kekuatan untuk hidup, memberiku semangat untuk ikut hanyut dalam bunga tidur, dan melihat lagi esok bersamanya. Aku berharap, walaupun nanti mataku ini tidak akan bisa menatapnya dalam jangka waktu yang cukup panjang, rinduku akan selalu berputar bersama dengan detik jarum jam. Setiap saat.

Dia itu, seperti dunia...

Aku tahu, dunia hanya ada satu, dan setiap orang menganggap dunia yang ditinggalinya berbeda. Bedanya, duniaku hanyalah dia. Semua yang kulakukan hanya bertujuan supaya aku tetap hidup dalam dunia yang ia berikan padaku. Harapanku hanyalah semoga tidak ada lagi orang selainku yang hidup dalam dunia di mana ia berada. Aku ingin tahu, dunia seperti apa yang ia tinggali sekarang. 

Apakah.... 
aku ada di dalamnya?

SHARE THIS

0 Comments: