Sabtu, 02 Juli 2016

Tahu Bulat, Harmonisasi Kesan dan Inovasi

Ilustrasi game tahu bulat yang dikembangkan oleh pengembang lokal, Own Games. (Dok.VISI/Fauzan)
“Tahu bulat, digoreng dadakan, lima ratusan, hangat, gurih-gurih enyoyyy,” jargon tersebut mungkin sudah melekat dan sangat familiar di telinga kita. Menariknya, suara jargon ini biasa muncul bukan dari mulut penjual tahu bulat secara langsung, melainkan dari pengeras suara (speaker) yang biasa mereka bawa ketika berjualan. Bukan hal yang aneh pula jika jargon di atas kita lafalkan menggunakan intonasi dan nada khas abang-abang penjual tahu bulat. Intonasi dan nada yang hingga saat ini masih misterius dari mana asal-usulnya. Saking misteriusnya, kakek saya yang mantan simpatisan partai politik terlarang pun bungkam seribu bahasa ketika saya tanyai tentang asal usul jargon tersebut.

Meski sudah jarang mendengarnya sejak menetap sebagai mahasiswa di Solo, saya memiliki kesan dan ingatan yang kuat terhadap jargon ini. Nyatanya hingga beberapa tahun lalu penjual tahu bulat masih sering menjajakan dagangannya dari kampung ke kampung di daerah asal saya. Umumnya para penjual tahu bulat menjajakan dagangan mereka bermodalkan mobil pick up lengkap dengan seperangkat kompor dan alat penggorengan. Ya, bukan tahu bulat namanya kalau digoreng dan disajikannya tidak secara dadakan.

Penjual tahu bulat sedang menjajakan dagangannya. (Dok.Internet)
Namun, sensasi kehangatan dadakan yang disajikan tahu bulat rupanya masih kalah hangat jika dibandingkan dengan popularitasnya. Belakangan tahu bulat memang menjadi salah satu kuliner yang sering diperbincangkan, terlebih semenjak kehadirannya dalam konten-konten yang menyebar secara viral di berbagai media sosial. Lebih dari itu, kehadiran game berbasis Android berjudul serupa juga merupakan faktor kuat yang mempengaruhi eksistensi si kudapan sederhana yang konon pertamakali dijajakan di Kota Bandung ini.

Sebagaimana dilansir Kotak Games, Eldwin Viriya yang merupakan pencetus game Tahu Bulat sempat mengakui keterkejutannya dengan popularitas game tersebut. Di Google Play Store, rating game yang dikembangkan oleh Own Games ini sempat beberapa kali mengungguli game-game papan atas macam Clash of Clans, Candy Crush Saga, dan Subway Surfers. Hingga tulisan ini dibuat, game Tahu Bulat telah diunduh oleh lebih dari 145 ribu pengguna Android.

Meski tidak menonjol, kehadiran game yang dirilis pada bulan April 2016 ini juga menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang tahu bulat di Yogyakarta. Darto (44) misalnya, pedagang tahu bulat yang sering memarkirkan mobil pick up nya di daerah Taman Sari ini membenarkan adanya peningkatan jumlah pembeli dalam beberapa pekan terakhir. Omsetnya berdagang tahu bulat pun meningkat, dari yang biasanya satu juta rupiah per hari kini bisa mencapai angka 1,5 juta rupiah setiap harinya.

Hal serupa juga dialami oleh Sunar (39), “Dulu sehari keliling Sewon saya dapat sekitar tujuh ratus ribu (rupiah-red) per hari. Kalau sekarang bisa tembus satu juta lebih. Dua hari lalu bahkan saya harus pulang lebih awal karena tahu-tahu yang saya bawa sudah laku semua,” ungkap Sunar ketika ditemui VISI di kawasan kampus ISI Yogyakarta, Jumat (01/07/2016) kemarin.

Fenomena ini cukup logis jika kita kaitan dengan tingginya mobilitas penggunaan smartphone di kalangan masyarakat. Sudah sewajarnya jika mereka yang telah merasakan keseruan bermain game Tahu Bulat kemudian rela berbondong-bondong untuk mencoba merasakan sensasi gurih tahu bulat secara langsung.

Terlepas dari fenomena di atas, ternyata ada pula konsumen yang mulai memainkan game Tahu Bulat setelah terlebih dahulu mengenal dan akrab dengan kuliner tahu bulat. Tak sedikit di antara mereka yang memang sejak awal sudah mengenal persis apa itu tahu bulat sebelum mengunduh game nya.

“Awalnya saya justru tidak tahu kalau ada game bernama Tahu Bulat. Saya mendownload game ini baru beberapa hari lalu. Alasannya karena penasaran, seperti apa tahu bulat dalam bentuk game,” ungkap Andri (29), salah satu penggemar kuliner tahu bulat asal Yogyakarta ketika ditemui VISI pada Jumat (01/07/2016) kemarin.

Senada dengan Andri, Dimas (19), mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) juga mengaku sudah akrab dengan keberadaan kuliner tahu bulat bahkan sebelum adaptasi game nya muncul di Play Store. “Di tempat tinggal saya banyak penjual tahu bulat. Game Tahu Bulat sendiri baru saya kenal belum lama ini dari beberapa teman yang sudah mengunduhnya.”

Hal ini tentu membuktian bahwa tidak hanya game nya saja yang memberi dampak positif pada popularitas kuliner tahu bulat, namun hal sebaliknya juga berlaku. Keakraban para pengguna smartphone terhadap keberadaan kuliner tahu bulat juga mendorong keuntungan tersendiri bagi pihak pengembang game Tahu Bulat.

Dampak timbal balik yang saling menguntungkan ini juga membuktikan bagaimana suatu kesan atau pengalaman ketika dikolaborasikan dengan teknologi dan kreativitas dapat menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan.

Ada semacam adagium yang menyebut bahwa secara garis besar, peleburan suatu tren dibagi menjadi dua, yakni yang bersifat konstruktif dan destruktif. Dan dalam konteks peleburan kesan dan inovasi, wajar jika kita menganggap tren tahu bulat bersifat konstruktif. (Fauzan)

SHARE THIS

0 Comments: