Rabu, 11 November 2015

Nuansa Cinta dalam Balutan Tragedi 1998

Oleh: Chairunnisa Widya

Judul              : Di Balik 98
Jenis               : Drama
Durasi            : 106 menit
Sutradara     : Lukman Sardi
Naskah          : Samsul Hadi, Ifan Ismail
Produksi       : MNC Pictures

Dibesut oleh Lukman Sardi, sebuah film mengisahkan bagaimana perjuangan keluarga dan pengorbanan cinta di tengah kerusuhan tahun 1998, yang mau tidak mau harus dilewati oleh orang-orang yang bertahan hidup di masa orde baru.
Menceritakan ketika tragedi 1998 menempatkan Letnan Dua Bagus (Donny Alamsyah) dalam keadaan bimbang yang luar biasa. Tugasnya sebagai seorang pengaman negara terbentur dengan kondisi sang istri, Salma (Ririn Ekawati), yang tengah hamil besar dan dinyatakan hilang di tengah kerusuhan. Belum lagi adik iparnya, Diana (Chelsea Islan), yang seorang mahasiswi sekaligus aktivis reformasi yang juga turut turun ke jalan dalam demo besar-besaran. Pacar Diana, Daniel (Boy William) yang juga keturunan Tionghoa yang turut memperjuangkan reformasi, juga mengalami hal serupa seperti Diana. Dimana dirinya kehilangan ayah dan adiknya di tengah kerusuhan yang terjadi.
Di saat itu juga, kerusuhan itu memaksa Presiden Soeharto (Amaroso Katamsi), yang sedang berada di Kairo, pulang lebih awal. Begitu banyak tekanan yang terjadi dari berbagai penjuru. Mulai dari rakyat jelata, hingga tokoh masyarakat, termasuk juga perwakilan ormas yang secara langsung meminta agar Presiden Soeharto untuk segera melepaskan jabatannya sebagai Presiden.
Dalam film yang berdurasi 106 menit ini, dirasa cukup menarik dan fenomenal. Sebab masih jarang film di Indonesia yang menceritakan tentang perjuangan keluarga dan pengorbanan cinta dengan latar belakang sejarah. Debut Lukman Sardi sebagai sutradara dalam film ini cukup membuktikan kemampuan dirinya dalam mengemas filmnya sehingga film ber-genre drama ini tidak lari dari genre yang seharusnya.            Kelebihan dari film ini adalah keberanian Lukman Sardi dalam mengangkat tragedi kerusuhan Mei 1998 sebagai latar dalam cerita dan kemampuannya menggabungkan berbagai risetnya tentang peristiwa pada tahun tersebut.
Dari segi penghayatan pemainnya, mereka memainkan perannya dengan sangat apik. Cara Lukman Sardi memilih pemain juga tak diragukan, Amaroso Katamsi yang bisa dibilang langganan dalam memainkan peran Soeharto sejak muda hingga saat ini. Belum lagi terdapat beberapa komedian seperti Panji Pragiwaksono. Ia berperan sebagai Susilo Bambang Yudhoyono, dan membuat film ini semakin menarik.
Begitu banyak kelebihan, bukan berarti film ini tak memiliki kekurangan. Dari segi cerita, rasanya film ini terasa terlalu simple. Kerumitan cerita tak begitu pelik, sehingga jalan cerita mudah ditebak. Belum lagi latar sejarah yang dipakai juga masih kurang greget, karena ada detail yang sepertinya sengaja tak dimasukkan oleh Lukman Sardi. Sajian latar belakang sejarah kerap terlihat hanya sekilas lewat media seperti televisi. Pada akhirnya penonton tak benar-benar merasakan begitu mencekamnya situasi pada saat itu. Model alur cerita flashback sebenarnya sangat menarik, hanya saja dalam pengemasan cerita ini terkesan sangat terburu-buru dan singkat. Sehingga penonton kurang menikmati bagian detail dari setiap cerita dengan baik. Akhirnya, adegan-adegan yang sebenarnya memiliki makna yang penting, sangat mudah luput dari pengamatan para penonton.
Secara keseluruhan film ini tetap recommended untuk ditonton. Walaupun masih banyak kekurangan dalam film ini, setidaknya keberanian Lukman Sardi dalam mengangkat tema drama berlatar sejarah ini patut diapresiasi dan diacungi jempol. Film ini membawa pesan dan pelajaran bagi penontonnya, bahwa jangan pernah lelah untuk memperjuangkan apa yang kalian cintai. Jangan lelah juga untuk berkorban untuk kebersamaan karena tak ada yang sia-sia dari perjuangan kalian, walaupun setiap perjuangan harus rela tersakiti dan bahkan kehilangan seseorang yang kalian cintai.

SHARE THIS

0 Comments: