Sabtu, 14 Desember 2013

Jangan Tinggalkan Aku!


  Oleh: Ester Lia Amanda

Aku tidak ingin merasakan dinginnya malam ini, sungguh aku tidak ingin merasakannya. Sebentar lagi ia akan pergi, pergi entah kapan kembali. Aku belum siap untuk melalui setiap hari tanpanya, tanpa senyum, tanpa pelukan hangatnya yang selalu membuatku nyaman menjalani hari-hari ku. Aku belum siap Tuhan, entah mengapa waktu berjalan sangat cepat, tidak bisakah waktu memberikan kelegaan padaku sedikit saja? Aku belum siap.

Malam sebelumnya mataku enggan terpejam, pertengkaran itu membuatku enggan memejamkan mata yang sebenarnya sudah lelah untuk membuka. “Maafkan aku.” Kataku dalam hati. Maafkan aku karena aku memulai pertengkaran ini lagi, hanya karena hal sepele. Karena keegoisan yang muncul dari dalam diriku, dan rasa ingin dimengerti yang tidak pernah diimbangi dengan rasa mengerti.
Aku menangis, benar saja siapa yang tidak menangis ketika mengetahui kekasih hatinya akan pergi jauh besok. Aku tahu, inilah awal dari perjuangan kita. Perjuangan yang memang seharusnya kita hadapi karena komitmen kita sebelumnya. Toh, dia akan bekerja disana kan? Dia akan membangun bahtera untuk masa depan kita nantinya. Maka dari itu aku mempercayakan hatiku untuk dibawanya kesana. Aku percaya, sangat percaya bahwa dia akan menjaganya dengan baik. Meskipun keadaan akan membuatnya lupa bahwa dia sedang menjaga hatiku.
***
“Jaga hatiku ya, jangan dinakalin.” Pesanku beberapa saat sebelum kepergiannya.
“Tenang nyonya, saya siap menjaganya.” Senyumannya melegakan siang itu, pantas saja aku menyayanginya. Dia paling juara membuatku bersyukur memilikinya dan dimilikinya.
Malam itu, sedikit menyedihkan sebenarnya. Karena hal sepele aku dibentak dan dibuatnya menangis. “Apakah harus seperti ini, padahal kita akan berpisah dalam hitungan kurang dari satu jam?” tanyaku dalam hati. Kendalikan emosimu sayang, aku hanya melakukan kesalahan kecil. Aku bisa mengatasinya, jangan biarkan malam terakhir ini luka menemaniku.
“Maaf... aku gak ada maksud buat bentak dan bikin kamu nangis.” Katanya pelan sambil menggenggam tanganku erat, sepertinya dia sangat menyesal melakukannya.
Iya, aku tahu kamu tidak bermaksud seperti itu. Sudahlah, aku tidak mau memikirkannya lagi. Yang ingin aku pikirkan saat ini adalah kamu akan pergi dan kamu akan baik-baik saja nantinya. Aku menangis, iya aku menangis, lagi-lagi aku menangis. Terlalu cengeng untuk melihat kekasih hati pergi jauh.
Stasiun, tempat inilah yang menjadi kenangan dimana aku dan kamu terpisahkan. Tidak mampu rasanya menahan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk mataku. Menggenang tapi enggan menetes.
“Udah, kalo mau nangis. Nangis aja kali gak usah ditahan-tahan, mama aja lho udah nangis.” Adiknya menggodaku yang hanya mampu berdiri dan tersenyum.
“Aku ingin memelukmu.” Lagi-lagi hanya didalam hati, aku malu untuk memelukmu. Karena badanku lebih besar dibandingkan dengan badanmu. Tapi aku ingin memelukmu saat itu, ingin sekali! “Jangan tinggalkan aku! Tunggulah aku untuk beberapa waktu. Aku akan menyusulmu kesana, tentunya setelah aku menyelesaikan kuliahku disini. Beberapa tahun ke depan kita akan meraih rencana yang sudah kita buat. Percayalah dan bersabarlah, jangan berikan kesempatan bagi wanita lain untuk merebutnya. Begitu pun aku disini, jagalah hatiku dan hatimu.” Jeritku didalam hati.
“Aku titip mama ya, jagain mama. Tengokin mama, setiap senen pas kamu nunggu jeda kuliah.” Satu pesan yang sampai saat ini selalu membuatku meneteskan air mata jika mengingatnya.
Aku mengangguk dan tersenyum “Pasti.”
Pasti aku akan menjaga mama mu disini, seperti kamu menjaga hatiku disana. Jangan lupa komitmen kita, untuk menjaga komunikasi kita. Jangan lupa bahwa ada hati yang sedang kau bawa dan kau jaga disana.
Aku melihat sekelilingku, ramai sekali. Tetapi mengapa aku merasa sendiri, melihatnya pergi membawa koper berwarna orange yang beberapa hari lalu kita beli bersama, masuk untuk menunjukkan tiketnya. Jaket hitam stripe biru tua di pergelangan tangan dan lehernya, aku akan merindukanmu. Melihat mama nya yang sudah berlinangan air mata, melihat adiknya yang menggodaku genit agar aku menangis. Semua ini, apa? Aku ingin pulang dan memeluk guling, mendengarkan lagu sedih dan menangis. Aku tahu, enam bulan tidak sebentar. Aku harus berjuang melaluinya. Aku menunggumu disini, menunggumu untuk kembali.
Kereta itu, dengan jurusan Solo-Jakarta. Perlahan mulai meninggalkan stasiun, berjalan, berjalan, dan berjalan. “Tuhan, lindungilah pria yang telah memberikanku kebahagiaan dan kenyamanan selama ini.” Sungguh, aku tidak mampu untuk menerima kenyataan bahwa aku harus melalui hari-hariku tanpanya. Rasanya, iya rasanya aku seperti berada di lorong gelap, dan aku tidak tahu dimana aku. Apakah aku bisa menemukan cahaya yang akan membawaku kepada ketenangan, bahwa kenyataannya aku tidak terjebak dalam kegelapan? “Kamu pasti bisa, pasti!” semangatku.
Aku mengantarkan adiknya pulang ke kost, mama nya kembali ke rumah yang kebetulan berbeda arah dengan rumahku, dan aku pulang membawa salah satu mobilnya. Lagu yang ku putar ini, lagu yang menggambarkan suasana hati malam ini. Siapa aku sekarang? Aku hanya seorang wanita yang ditinggal pergi kekasihnya merantau untuk mencari sesuap nasi, berharap komitmen cinta ini akan terus terjaga dan keegoisan semakin hari semakin sirna. Jangan lupa, sekali lagi jangan pernah lupakan cinta kita. Jangan pernah lupakan kenangan saat kita masih dekat, jangan lupakan kekonyolan kita. Jangan pernah lupakan perjuangan kita untuk sampai di tahap ini.
Aku menunggumu, aku akan berusaha sabar menunggumu kembali. Bahkan ketika film kesukaanku memutar bagian keduanya yang sebenarnya akan kita akan tonton berdua, sudah lupakanlah, kenyataanya kamu memang harus bekerja. Disini, aku harus menontonnya sendirian dan membayangkan kamu memang ada disini menemaniku, iya.. kamu memang ada disini, dihatiku yang paling dalam. Kamu masih disini, menghiasi hari-hariku yang selalu saja diselimuti tangis karena rindu yang entah kapan dihapus oleh temu.

Monday, 18th November 2013


SHARE THIS

0 Comments: