Kamis, 10 April 2008

Kapitalisme Global, Sang Pembunuh Masyarakat

Oleh : Alina Dewi H

Judul buku : TANDA PEMBUNUH ; Kapitalisme Global di Balik Semiotika Media
Penulis : Fitrah Hamdani
Penerbit : JO Press, Solo
Cetakan : I, Mei 2008
Halaman : xx + 142 halaman
Harga :

Ketika globalisasi dan kapitalisme telah merasuk ke seluruh lini kehidupan masyarakat secara perlahan tapi pasti dunia seolah dijangkiti virus absurditas, manusia seolah-olah mengalami kematian secara masal, mengalami kematian penanda dan petanda akibat keserakahan manusia.


Globalisasi dengan segala bentuknya pada akhirnya meninggalkan nilai dan makna yang ada dalam masyarakat lokal. Globalisasi ekonomi menciptakan virus ekonomi berupa liberalisasi ekonomi. Sedangkan globalisasi informasi dan komunikasi menciptakan liberalisasi media massa yang akhirnya mengabaikan nilai dan makna sosial dalam kehidupan masyarakat.

Buku ini mengungkapkan bahwa melalui semiotika media, kapitalisme global juga sudah sangat leluasa menggerogoti seluruh nilai dan tatanan lokal. Sehingga hegemoni itu menyebabakan tergesernya makna-makna sosial masyarakat.

Globalisasi media dan informasi yang melanda dunia, telah menyebabkan lahirnya kondisi ekonomi dan informasi global. Dalam kondisi ini muncul apa yang dinamakan virus liberalisasi dan virus materialisme di semua bidang kehidupan sehingga mempengaruhi cara pandang dan sikap masyarakat.

Media, setiap harinya menyajikan pandangan-pandangan beragam mengenai dunia, melalui petanda ideologis, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Yang ketika sampai pada masyarakat diterima sebagai suatu bentuk pemahaman baru yang bisa mempengaruhi masyarakat. Kepastian arah globalisasi membentuk masyarakat konsumsi, di mana di dalamnya produk-produk konsumsi menjadi media untuk memunculkan keakuan, gaya, citra, dan status sosial yang berbeda-beda. Barang-barang konsumsi tidak lagi hanya menjadi objek, tetapi juga sebagai lakon simbol yang memunculkan citra-citra kelas dan sensualitas yang akan menciptakan rentang jarak antara seseorang dengan akar budayanya. (hal 112)

Menurut analisis Fitrah Hamdani, untuk memahami globalisasi sebenarnya dapat dianalisis secara budaya, politik, ekonomi, dan institusioal. Tinggal apakah menyebabkan keheterogenitasan atau kehomogenitasan. Ketika semakin kuatnya dominasi negara pusat kapitalisme global pada persoalan kultur, maka semakin berubah pula tatanan lokal masyarakat. Semakin kuatnya dorongan ini ditambah dengan bantuan canggihnya media informasi menyebabkan semakin dominannya imperialisme kultur. Sehingga akhirnya realitas homogenitas lebih kuat ketimbang realitas heterogenitas.

Semua hasil produksi dan konsumsi dalam kapitalisme pada dasarnya bertujuan untuk meraih keuntungan melalui budaya konsumerisme yang disebarkan oleh kapitalisme itu sendiri. Budaya konsumerisme digambarkan oleh Fitrah Hamdani sebagai jantung kapitalisme yang ternyata didalamnya hanya sebuah kesemuan yang dikemas dalam wujud komoditas. Yang kemudian dikonstruksi secara sosial lewat komunikasi ekonomi (iklan, show, dsb) sebagai kekuatan tanda kapitalisme sehingga pada akhirnya membentuk kesadaran diri yang pada dasarnya adalah palsu.

Suatu realitas dunia yang sangat menyedihkan ketika eksistensi sebagai manusia yang hakiki digambarkan hanya dengan sebuah kepalsuan. Kepalsuan yang kemudian merasuk kuat bahkan mendarah daging dalam semua sistem struktur sosial-budaya dan sulit terbendung.

Melalui tipologi media dan teori analisis media yang dibahas dalam buku ini menunjukkan bahwa media sebagai salah satu ruang publik yang pada kenyataannya menjadi lahan subur untuk menanamkan kepalsuan-kepalsuan oleh para pemilik modal yang tujuannya jelas untuk kepentingan kapital, ideologi, dan lain sebagainya. Yang paling parah adalah rusaknya tatanan sosial budaya dengan segala identitasnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya akan selalu tarik menarik dengan budaya lain. Sehingga keinginan untuk mempertahankan budaya lokal harus tetap digalakkan. Menurut Fitrah Hamdani, langkah konkret yang bisa diambil antara lain dengan lebih menitikberatkan pada kepentingan mempertahankan konsistensi entitas lokal sebagai sistem nilai.

Di Indonesia sendiri seperti yang digambarkan Fitrah Hamdani, budaya sebagai entitas bangsa telah kehilangan kekuasaannya karena konspirasi yang telah dibangun secara rapi oleh politik, modal, media, dan seks.

Buku ini, meskipun di beberapa halaman pertama ada pengulangan penulisan tetapi tidak menghalangi untuk membacanya sampai akhir. Fitrah Hamdani juga tidak lupa menyertakan sejarah perkembangan globalisasi dan media di Indonesia khususnya yang semakin menguatkan betapa kapitalisme global telah benar-benar mengacaukan sistem-sistem dalam masyarakat. Khususnya masalah semiotik (simbol) yang oleh Fitrah Hamdani disebutkan sebagai masalah budaya.

SHARE THIS

0 Comments: